JPU Tidak Secara Utuh Menjawab Surat Eksepsi Terdakwa

JPU Tidak Secara Utuh Menjawab Surat Eksepsi Terdakwa

Selasa, 29 April 2025, 7:54:00 PM
JPU dari Kejari Kota Bekasi, Omar Syarif Hidayat (Foto/Ist) 
Bekasi, pospublik.co.id - JPU dari Kejari Kota Bekasi, Omar Syarif Hidayat dalam tanggapan/pendapatnya terhadap eksepsi terdakwa M. Syahrony Putra yang disampaikan, Senin (21/4) dihadapan majelis hakim ketua, Edwin Adrian dengan hakim anggota, Narni P Faridayanti dan Totok Yanuarto, yang menyidangkan perkara No.119/Pid.B/2025/PN. Bks meminta majelis hakim tidak perlu mempertimbangkan keberata (eksepsi) terdakwa tersebut.

Menurut JPU Omar Syarif Hidayat, keberatan (eksepsi) sebagaimana ketentuan pasal 156 ayat (1) KUH Pidana terbatas pada, pertama:Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara aquo, kedua: Dakwaan tidak dapat diterima, dan ketiga: Surat dakwaan harus dibatalkan. 

Keabsahan surat dakwaan menurut JPU Omar sebagaimana dikutip dari surat tanggapannya yang dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum, Senin (28/4), pasal 143 ayat (2) huruf (a), (b) dan ayat (3) KUHP berbunyi: Ayat (2), Penuntut Umum menyusun surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditanda-tangani, serta berisi:
a). Nama, Tempat lahir, Umur, atau Tanggal lahir, Jenis kelamin, Kebangsaan, Tempat tinggal, Agama dan Pekerjaan.
b). Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. 
Ayat (3), surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf (b) batal demi hukum.

Maka sesuai rumusan pasal 143 ayat (2) huruf a, b dan ayat (3) KUHP tersebut, yang dikaitkan dengan pasal 156 ayat (1) KUHP, kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Omar Syarif Hidayat sebagaimana dikutip dari surat Tanggapannya, Kejaksaan telah dengan cermat dan teliti menyusun surat dakwaan. 

Sehingga menurut JPU, terdapat 2 alasan majelis hakim untuk menolak dan/atau tidak mempertimbangkan keberatan (eksepsi) penasehat hukum terdakwa M. Syahroni Putra.

Untuk itu, JPU Omar meminta majelis hakim untuk, pertama: Menolak seluruhnya keberatan (eksepsi) penasehat hukum terdakwa, M. Syahroni Putra
Kedua: Menetapkan surat dakwaan Nomor Reg: PDM – 35/M.2.17/Eoh.2/03/2025 tertanggal 6 Maret 2025 telah memenuhi ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHP. 
Ketiga: Menetapkan pemeriksaan sidang perkara terdakwa M. Syahroni Putra dapat dilanjutkan. 

Terpisah usai sidang pembacaan Tanggapan/Pendapat JPU terhadap keberatan (eksepsi) terdakwa, Penasehat hukum, Cupa Siregar mengatakan, JPU kembali menunjukkan ketidak cermatannya membaca eksepsi yang diajukan terdakwa.

Menurut Cupa, JPU tidak secara utuh membaca dan/atau menanggapi eksepsi terdakwa. JPU sama sekali tidak menanggapi dalil eksepsi tentang keberatan terhadap isi dakwaan yang menyebut terdakwa tidak ditahan oleh Penyidik kePolisian Resot Kota Bekasi, padahal Faktanya ditahan.

Berdasarkan Surat perintah penahanan Nomor:SP.Han/17/ll/RES.1.6/2025/Restro Bks Kota tertanggal 02 Febuari 2025 yang terlampir dalam dokumen perkara kata Cupa, tersangka ditahan sejak tanggal 2 Februari hingga 5 Maret 2025, dan oleh Penuntut Umum sejak tanggal 6 Maret hingga 25 Maret 2025.

Kemudian kata Cupa, JPU juga tidak cermat menguraikan definisi penganiayaan sebagaimana pasal 351 KUH Pidana yang menjerat kliennya (terdakwa).

Menurut Cupa, JPU seharusnya membedakan penganiayaan dengan kekerasan. Penganiayaan umumnya merujuk pada adanya akibat, luka pada korban. Sedangkan kekerasan tidak selalu harus mengakibatkan luka fisik, bisa juga psikis.

Unsur-unsur penganiayaan lanjut Cupa meliputi, pertama: Kesengajaan (perbuatan harus dilakukan dengan sengaja). Kedua, menimbulkan rasa sakit atau luka pada korban.

"Dalam dakwaan JPU, uraian peristiwa kejadian perkara ini tidak ditemukan unsur-unsur tersebut. Terdakwa tidak memukul, yang disebut korban tidak luka atau memar, dan tidak ada unsur sengaja menyakiti mertuanya. Lalu apakah itu dapat didefinisikan penganiayaan," kata cupa seraya menyebut dakwaan JPU tidan secara cermat menguraikan peristiwa yang sebenarnya hingga diterapkan pasal penganiayaan.  (M. Aritonang) 










TerPopuler