Ketua LBH Aura Keadilan: Pemberian Reward Sumber Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Ketua LBH Aura Keadilan: Pemberian Reward Sumber Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Selasa, 21 Juni 2022, 9:08:00 PM

Ketua LBH Aura Keadilan, Ferry Lumban Gaol
Bekasi, pospublik.co.idKetua LBH Aura Keadilan, Ferry Lumban Gaol, SH.MH berpendapat, pemberian penghargaan (Reward) bagi Perangkat Daerah yang mencapai target penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan Reformasi Birokrasi (RB) menjadi salah satu sumber paktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Menurut Ferry, program kejar target kinerja untuk meraih Reward dan punishment melalui SAKIP dan RB dengan pola lama kepada pegawai Pemerintah Kabupaten (Pemkab)/Kota Bekasi akan memicu terjadinya pencapaian target kinerja dengan hasil hanya di atas kertas.

“Banyak hal yang perlu dipertimbangan bila target kinerja yang ingin dicapai oleh Pejabat Bupati/Kota Bekasi atau pimpinan daerah dimanapun dengan menerapkan stimulan Reward dan Punishment,” ujar mantan pejabat eselon II Pemerintah Kota Bekasi ini kepada wartawan, Rabu (22/6/2022).

Dia mengatakan, di beberapa lembaga di daerah, selalu ingin mencapai target dan mendapat pujian sebagai pimpinan daerah atau pimpinan lembaga untuk mendapat Reward melewati proses-proses yang bertentangan dengan hukum. Bahkan, sampai ada yang menyuap panitia penilai agar mendapatkan penilaian yang fantastis, seperti mendapatkan WTP, Daerah Toleran, Layak Anak, Juara Pelayanan Publik, dan prestasi lainnya.

“Lebih banyak fiktifnya hasil penilaian daerah-daerah yang dinilai. Seharusnya tim penilai itu melakukan penilaian tanpa adanya publikasi terhadap yang dinilai, ini adalah salah satu prinsip managemen yang baik,” tandas pengamat hukum tata negara dan hukum administrasi negara ini.

Bila direnungkan apa yang terjadi dengan Pemerintahan Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi, lanjut Ferry, tiga kepala daerah terjerat kasus korupsi. Padahal, catatan Rewardnya hampir semua dibuat baik oleh lembaga pemerintah maupun swasta.

“Reward semua disabet. Mulai Reward WTP oleh BPK yang menilai dan yang dinilai terlibat KKN, Reward Daerah Layak anak faktanya terbalik, yang ditemukan justru maraknya tawuran, geng motor, begal kekerasan terhadap anak, Reward Kerukunan Umat Beragama dan yang lainnya,” pungkasnya.

Reward untuk pelayanan publik, lanjut dia, diciptakan nilai kepuasaan pelayanan masyarakat yang cukup fantastis dan nilai itu dipublikasi. Bahkan sampai-sampai foto seorang kepala dinas pelayanan dan kepala daerahnya dipublikasi sangat besar. Padahal, bila baleho ukuran sebesar itu diperuntukan untuk periklanan, tentunya akan mendapat pajak reklame ratusan juta rupiah.

“Jadi, Penjabat Bupati Bekasi, Dani Ramdan seharusnya tidak perlu bekerja bergaya pemimpin daerah yang berasal dari politisi, karena anda berbeda dengan politisi,” ujar Ferry berpesan.

Ferry berharap, kepemimpinan para pejabat, kepala daerah yang diisi Aparatur Pemerintah secara tersirat oleh Presiden untuk memberikan contoh bagaimana seharusnya seorang kepala daerah sebagai abdi negara, pelayan masyarakat dan pejabat pembina pegawai.

“Itulah yang mau dicapai dimasa kekosongan jabatan kepala daerah jelang Pilkada serentak 2024. Apakah masih perlu ada program meningkatkan kinerja seperti SAKIP dan RB dengan memberikan Reward?,” ujar Ferry bertanya.

Proses peningkatan kinerja, kata dia, kuncinya ada pada mindset pejabat kepala daerah. Mereka harus lebih keras bekerja dari kepala daerah yang definitif hasil Pilkada. Alasannya, penjabat bupati atau kepala daerah yang diangkat dari aparatur pemerintah, sudah pasti melekat karakter abdi negara dan pelayan publiknya.

“Jadi, tidak perlu diberikan Reward segala, karena merupakan kewajiban dan tupoksinya mereka harus mencapai target. Seharusnya, pemberian punishment-lah yang dikedepankan bila kinerja dalam pencapaian target program tidak tercapai,” kata Ferry.

Menurutnya, Kepala daerah perlu memberikan punishment kepada para pegawai. Reward harus, tapi penilaiannya dilakukan silent action dan jujur serta diberikan kepada pegawai yang berprestasi nyata.

“Sebagai masukan dari saya, Pejabat Bupati itu mempunyai waktu yang sangat singkat, harus dipergunakan benar-benar untuk merevolusi mental para pegawainya. Apalagi rakyat di Kabupaten/Kota Bekasi sudah sangat terluka akibat kasus korupsi Bupati, dan dugaan korupsi Walikota Bekasi pilihan rakyat sebelumnya,” ungkap Ferry.

Kemudian, katanya, pejabat Bupati Bekasi harus fokus memperbaiki secara konstruktif pola kerja pegawainya agar 2024 tidak ada lagi pegawai bekerja yang ber-orientasi kepada Kepala daerah, tetapi bekerjalah sebagai panggilan abdi negara dan pelayan masyarakat yang mempedomani Panca Prasetya Korpri.

“Pejabat Kepala Daerah tidak perlu euphoria dan menginginkan target yang fantastis. Memperbaiki kinerja pegawai di lembaga Inspektorat yang utama. Bila Kinerja Inspektorat itu sama hasil pemeriksaannya dengan BPK pasti nilai Sakip dan nilai kinerja lainnya meningkat,” tutup Ferry. (MA)

(Artikel ini telah tayang di koranmediasi.com)

TerPopuler