Hukum Harus Ditegakan Menjadi Garda Terdepan Melindungi HAM

Hukum Harus Ditegakan Menjadi Garda Terdepan Melindungi HAM

Kamis, 19 Mei 2022, 5:19:00 AM
M. Aritonang, OS

Oleh: M.Aritonang. OS (Wartawan pospublik.co.id) 


Rendahnya kesadaran Hukum ditengah masyarakat nampaknya butuh perhatian serius dari penegak hukum. Penyuluhan hukum perlu digalakkan guna memberi pemahaman tentang hak dan kewajiban, serta larangan main hakim sendiri.


Jika Polri merupakan ujung tombak memerangi tindak kriminal ditengah masyarakat, sudah sepatutnya didukung peran Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Hakim ketika perkara tindak kriminal tersebut dihadapkan ke meja hijau. Bagi pelaku tindak kriminal, Hukuman maksimal perlu diterapkan sebagai efek jera dikemudian hari. 



Premanisme nampaknya masih kerap dimamfaatkan segelintir orang tak bertanggungjawab untuk melampiaskan kekesalannya, tanpa mempertimbangkan resiko hukum, karena selama ini "KUHP" sering diplesetkan "Kasih Uang Habis Perkara". Alias hukuman tidak mencerminkan efek jera. 



Main hakim sendiri terhadap terduga pelaku kejahatan pun tidak dibenarkan. Lebih lagi jika seseorang dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan UU, jelas tindakan main hakim sendiri sangatlah fatal dan sudah seharusnya dihukum seberat-beratnya. Apapun alasannya, main hakim sendiri adalah kriminal murni dan pelecehan terhadap peradapan bangsa, dan terhadap hukum yang dideklarasikan sebagai garda terdepan bangsa ini. 



Seperti kekerasan terhadap Jurnalis yang belakangan kerap terjadi. Ada signal yang menyentuh naluri bahwa para pelaku kekerasan itu, ibarat main catur, hanya "bidak" atau istilah pewayangan, ada Dalang. Untuk kesekian puluh kali peristiwa kekerasan terhadap jurnalis masuk kemeja hijau, namun otak yang diduga ada dibalik perbuatan itu tidak tersentuh hukum. 



Fenomena seperti ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi oknum-oknum tertentu yang bersentuhan dengan sosial kontrol atau jurnalis. Oknum-oknum dibalik kekerasan terhadap jurnalis tidak jarang  memamfaatkan mereka yang butuh sesuap nasi, atau yang ingin eksis di dunianya. 


Kekerasan terhadap jurnalis nyata-nyata melanggar Undang-undang Nomor:39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. Undang-Undang Nomor:12 Tahun 2005 tentang pengesahan Konvensi hak Spil dan Politik, dan Peraturan Kapolri Nomor:8 Tahun 2009  tentang implementasi Hak Azasi Manusia (HAM).


Tindak kriminal tersebut juga  termasuk menghalang-halangi tugas dan fungsi Pers sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor. 40 Tahun 1999.


Tanpa mereka sadari, peran pers sangatlah fital menjaga kedaulatan, sekaligus motor penggerak demokrasi, dan bahkan menjadi ujung tombak menyampaikan informasi publik. 


Oleh sebab itu, peranan pemerintah menciptakan rasa aman terhadap jurnalis sebagai salah satu pilar demokrasi haruslah lebih dimaksimalkan. Jika terjadi kekerasan kepada jurnalis yang berkaitan dengan tugasnya, haruslah diusut hingga keakar-akarnya. Siapa dalang dibalik peristiwa itu harus diseret, jika sepakat "Hukum Adalah Garda Terdepan" di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. 


Tulisan ini sekaligus seruan kepada Polri agar pelaku tindak kriminal terhadap Wartawan media online Metrodua.com, Charles Pardede yang dibacok dari belakang saat melakukan tugas jurnalistiknya di Kabupaten Tapanuli Tengah oleh Orang Tidak dikenal (OTK) dapat segera diusut tuntas. 



Korban yang bersahaja menjalankan tugasnya mengaku harus mengalami luka berat di pipi kiri hingga sobek 7 jahitan akibat dibacok OTK, Rabu (18/5/2022) dibilangan Jalan Padang Sidimpuan, Kelurahan Sibuluan Baru, Kab. Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara, adalah deretan panjang nama-nama kuli tinta yang mendapat kekerasan fisik.


Mungkin jika dirunut/dianalisis akar persoalan hingga kekerasan fisik kerap dialami jurnalis, kuat dugaan karena dalang peristiwa itu tidak tersentuh hukum. Atau barangkali perlu hukuman maksimal bagi pelaku untuk menciptakan efek jera. ***



TerPopuler