Sidang Pleno Istimewa Laporan Tahunan MARI Dihadiri Presiden dan Wakil Presiden RI

Sidang Pleno Istimewa Laporan Tahunan MARI Dihadiri Presiden dan Wakil Presiden RI

Rabu, 17 Februari 2021, 12:52:00 AM
Sidang Pleno Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Dihadiri Presiden dan Wakil Presiden RI Secara Virtual Di Istana Negara Rabu (17/02/2021)


Jakarta, pospublik.co.id - Diawali ucapan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, Ketua Mahkamah Agung RI, 
Prof. Dr. H.M. Syarifuddin, S.H., M.H, mewakili Pimpinan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan dibawahnya membuka Sidang Pleno Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2020 dengan segala keterbatasan akibat situasi pandemi Covid-19.


Sidang Pleno istimewa Laporan Tahunan yang dilaksanakan Rabu (17/02/2021) tersebut dihadiri Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo, Wakil Presiden Republik Indonesia secara virtual di Istana Negara.


Laporan Tahunan Mahkamah Agung yang mengusung Tema "OPTIMALISASI PERADILAN MODERN BERKELANJUTAN" kali ini berbeda dengan penyelenggaraan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, prosesi Sidang Pleno Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung terpaksa dibagi menjadi dua tempat untuk menyesuaikan dengan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19. Yakni: bagi Para Pimpinan Hakim Agung, Hakim Ad-Hoc pada Mahkamah Agung dan Pejabat Eselon I bertempat di Ruang Profesor Kusumaatmadja lantai 14 Gedung Mahkamah Agung.


Para Ketua/Kepala Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua/Kepala Pengadilan Tingkat Pertama sewilayah hukum DKI Jakarta bertempat di Balairung lantai I Gedung Mahkamah Agung. Sementara para undangan dan warga peradilan di seluruh Indonesia dapat mengikuti melalui saluran live streaming dari satuan kerja masing-masing.


Dalam sambutannya, Ketua Mahkamah Agung RI menyampaikan, Pandemi Covid-19 merupakan tantangan terbesar diawal dirinya menjabat Ketua Mahkamah Agung. Namun, kendati kondisi pandemi pada saat itu sedang merajalela, dia harus dapat memastikan proses peradilan dan layanan akses keadilan bisa berjalan dengan baik, dan tujuan itu berhasil dengan baik.


Karena menurut Ketua MARI, penanganan perkara-perkara tertentu tidak dapat dihentikan sekalipun dalam kondisi pandemi. Misalnya perkara pidana yang terdakwanya ditahan atau perkara-perkara yang telah ditentukan jangka waktu penyelesaiannya oleh undang-undang harus tetap disidangkan, meskipun disadari bahwa hal itu sangat berisiko bagi kesehatan dan keselamatan jiwa para hakim dan aparatur peradilan.


Jalan keluar untuk tetap memberi pelayanan ujar Ketua MA, Mahkamah Agung dengan bijaksana mengubah mekanisme persidangan konvensional menjadi persidangan secara elektronik.


Pada tanggal 29 September 2020 Mahkamah Agung berhasil menerbitkan Perma Nomor 4

Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana Secara Elektronik. Perma tersebut menjadi pedoman bagi pelaksanaan sidang perkara pidana perkara pidana militer dan perkara jinayat secara elektronik.


Jika mengacu pada Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 ujar Ketua MA, maka proses migrasi dari sistem peradilan konvensional ke sistem peradilan elektronik seyogyanya akan terjadi pada fase lima tahunan, yaitu dari tahun 2021 sampai dengan 2025, namun patut disyukuri karena sistem peradilan elektronik telah berhasil diwujudkan setahun lebih cepat dari yang diamanatkan oleh Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 tersebut.


Melindungi keselamatan warga peradilan dan para pencari keadilan lanjut prof. Syarifudin merupakan prioritas utama bagi Mahkamah Agung. Oleh sebab itu, Mahkamah Agung telah menerbitkan beberapa kebijakan dalam bentuk Surat Edaran sebagai panduan bagi pelaksanaan tugas aparatur peradilan di masa pandemi.


Dalam Laporan Tahunan MA RI tersebut disampaikan jumlah perkara yang diminutasi dan dikirim kembali ke pengadilan pengaju. Tahun 2020 Mahkamah Agung telah mengirim salinan putusan 18.237 perkara dengan rasio 88,77%.


Dari sisi ketepatan waktu Mahkamah Agung telah memutus secara on time case processing dibawah 3 bulan sebanyak 19.874 perkara dari angka 20.562 perkara (96,65%). Angka ini melampaui capaian tahun 2019 (96,58%).


Uraian diatas menunjukan bahwa semua parameter pengukuran kinerja penanganan perkara pada Mahkamah Agung tahun 2020 telah berhasil melampaui semua target yang ditetapkan, bahkan sebahagian besar berhasil mencatat rekor baru sepanjang sejarah Mahkamah Agung.


Selain gambaran penanganan perkara secara umum, MA juga menggambarkan kinerja penanganan perkara melalui sistem peradilan elektronik (e-Court) yang dinilai berhasil dan sukses. Keberhasilan dapat dilihat dari tingkat kepercayaan publik kepada lembaga peradilan dari tingkat penerimaan (akseptabilitas) terhadap putusan pengadilan berdasarkan jumlah upaya hukum yang diajukan pada masing-masing tingkat peradilan.


Penerimaan denda dan uang pengganti
serta PNBP  Hingga triliun Rupiah, Realisasi
Anggaran dan Capaian Kinerja Pengelolaan
 Keuangan, Reformasi Birokrasi dan Zona
 Integritas menuju WBK dan WBBM, Capaian
 Bidang Pengelolaan Sumber Daya Manusia,
 seluruhnya terangkum dalan Sidang Pleno 
Istimewa Laporan Tahunan MARI tersebut. 

Menurut Prof Syarifudin, pengelolaan SDM tahun 2020, Mahkamah Agung melalui Badan Pengawasan telah menerima pengaduan 3.569 persoalan. Dari jumlah itu, 2.137 telah selesai diproses, sedangkan sisanya, 1.432 masih dalam proses penanganan.


Sepanjang tahun 2020 Kata Prof Syarifudin,  Mahkamah Agung bersama-sama dengan Komisi Yudisial telah menggelar Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), satu kali dengan hasil akhir hukuman disiplin berupa sanksi berat, yakni: Hakim Non Palu selama 2 tahun.


Menyangkut surat Rekomendasi penjatuhan sanksi disiplin dari Komisi Yudisial yang diajukan ke Mahkamah Agung pada tahun 2020 berjumlah 52 Rekom. 11 Rekomendasi telah ditindaklanjuti dengan penjatuhan sanksi. 41 Rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti berdasarkan alasan sebagai berikut: 39 rekomendasi terkait dengan teknis yudisial, dan 2 rekomendasi karena terlapor sudah lebih dulu dijatuhi sanksi oleh Mahkamah Agung.


Untuk jumlah dan jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada hakim dan aparatur peradilan termasuk rekomendasi dari Komisi Yudisial dalam periode tahun 2020 berjumlah 162 hukuman disiplin, yakni: Hakim dan Hakim Ad Hoc sebanyak 97 sanksi. Pejabat teknis yang terdiri dari Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti, Juru Sita, dan Juru Sita Pengganti 43 sanksi.  Pejabat struktural dan pejabat kesekretariatan sebanyak 9 sanksi. Staf dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) sebanyak 13 sanksi.


Demikian dikutip dari buku laporan Ketua MA, Prof. Dr. H.M. Syarifuddin, S.H., M.H. pada Sidang Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI tahun 2020, Rabu (17/02/2021) Digedung Mahkamah Agung Republik Indonesia, diakhiri ucapan terima kasih kepada tamu undangan yang hadir, maupun yang mengikuti SI tersebut melalui saluran live streaming. (Red)


TerPopuler