SMAN dan SMKN Terindikasi Nistakan Hukum Perdaya Orangtua Siswa

SMAN dan SMKN Terindikasi Nistakan Hukum Perdaya Orangtua Siswa

Minggu, 13 September 2020, 2:38:00 AM
Surat Pernyataan Sanggup Menbayar SAT dan SDP  dari Orangtua Siswa Diatas Kertas Bermaterai 6.000
Kota Bekasi, pospublik.co.id - Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) di Kota Bekasi, terindikasi menistakan 4 ketentuan hukum yang  mengatur dunia pendidikan. Pertama: UU No.20 tahun 2003, Kedua: Peraturan Pemerintah (PP) No.48 tahun 2008, Ketiga: Permendikbud No.44 tahun 2012, dan Keempat: Permendikbud No.75 tahun 2016.

Dalam UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional tersebut dikatakan: Penyelenggaraan pendidikan wajib memegang beberapa prinsip, yakni: Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
Dalam Permendikbut No.48 tahun 2008 tersebut dikatakan: Pungutan oleh satuan pendidikan dalam rangka memenuhi tanggung jawab peserta didik, orangtua, dan/atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 51 ayat (4) huruf c, ayat (5) huruf c, dan ayat (6) huruf d wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: 
a). Didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan; 
b). Perencanaan investasi dan/atau operasi sebagaimana dimaksud pada huruf a diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan; 
c). Dana yang diperoleh disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan; 
d). Dana yang diperoleh dibukukan secara khusus oleh satuan pendidikan terpisah dari dana yang diterima dari penyelenggara satuan pendidikan;
e). Tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis; 
f). Menerapkan sistem subsidi silang yang diatur sendiri oleh satuan pendidikan; 
g). Digunakan sesuai dengan perencanaan sebagaimana dimaksud pada huruf a; 
h). Tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan; 
i). Sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari total dana pungutan peserta didik atau orang tua/walinya digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan; 
j). tidak dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kesejahteraan anggota komite sekolah/madrasah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan; 
k). Pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana diaudit oleh akuntan publik dan dilaporkan kepada Menteri, apabila jumlahnya lebih dari jumlah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri.
Kemudian, dalam Permendikbud No.44 tahun 2012 sangat jelas diatur perbedaan Pungutan dan Sumbangan. Berdadarkan Permen dikbud ini, Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.
Sementara yang disebut Sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik,orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.
Dalam Permendikbud No.75 tahun 2016 tentang Komite sekolah, juga ditegaskan tugas Komite Sekolah sebagai berikut:
a). Memberikan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan terkait Kebijakan dan program Sekolah
b). Menggalang dana dan sumber dana pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif;
c). Mengawasi pelayanan pendidikan di Sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
d). Menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat serta hasil pengamatan Komite Sekolah atas kinerja Sekolah.

Menyimak isi UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan nasional, dan PP tentang pendanaan pendidikan tersebut, serta membaca isi Permendikbud No.44/20012 tentang pungutan biaya pendidikan, berikut Permendikbud No.75/2016 tentang Komite sekolah, maka apa yang dilakukan SMA/SMK Negeri Kota Bekasi memungut biaya pendidikan terhadap orangtua siswa, diduga keras melanggar hukum.




Karena menurut Pihak SMA/SMK Negeri di 
Kota Bekasi, payung hukum memungut SAT dan SDP adalah Peraturan Pemerintah (PP) No.48/2008, dan Permendikbud No.44/20012, serta Permendikbud No.75/2016. Selain PP, dan Permendikbud diatas, Pihak sekolah mendalilkan pula pungutan tersebut berdasarkan kesepakatan MKKS dan hasil Rapat komite. 
Menurut pihak SMAN dan SMKN di Kota Bekasi, masing masing orangtua siswa/i pun tidak keberatan atas pungutan tersebut, karena merupakan kesepakatan dengab MKKS berdasarkan Rapat Komite Sekolah.
Pertama pihak sekolah menjelaskan kebutuhan dana dan meminta orang tua (komite) untuk mendukung karena sekolah beranggapan bahwa dana yang mereka terima, baik dari Pemerintah Pusat maupun dari Pemerintah Provinsi sangat minim.
Sumbangan itu menurut pihak SMA/SMKN bersifat sukarela. Tidak ditentukan nominalnya, dan tidak ditentukan batas waktu penyelesaiannya. Yang penting katanya sumbangan itu tidak mengikat.
Anehnya, pihak sekolah menyebut tidak mengikat, tetapi para orangtua siswa dituntut membuat pernyataan tertulis diatas kertas bermaterai 6.000. Disadari atau tidak, sejumlah pemerhati hukum menilai pihak sekolah telah menggiring SUMBANGAN itu menjadi KEWAJIBAN. Padahal, Peraturan Prmerintah, dan Permebdikbud tersebut dengan tegas mengatakan, SUMBANGAN adalah sukarela, tidak ditentukan nominalnya, dan pembayarannya tidak dilimit.
Sementara SAT untuk SMA/SMK Negeri di Kota Bekasi, masing-masing ditentukan dikisaran Rp.3 hingga Rp.4 juta per siswa per tahun, dan SDP dikisaran Rp.250.000,- hingga Rp.400.000,- per siswa per bulan. Masing-masing orangtua siswa diwajibkan membuat pernyataan diatas kertas bermaterai 6.000,- yang isinya sanggub membayar atau mencicil SAT dan SDP tersebut.
Menanggapi fenomena ini, Ketua Umum LSM Master, Arnol S menilai pengawasan sangat rapuh terhadap dunia pendidikan. "Instrumen pengawasan sangat lemah terhadap dunia pendidikan. Hukum bagaikan kambing congek dimata pengelola pendidikan, karena fenomena seperti ini hampir membudaya dari tahun ketahun," ujar Arnol.
Menurut Arnol, yang namanya sumbangan pasti sukarela, ini harus digaris bawahi terlebih dahulu. Maka ketika sumbangan dituangkan diatas surat pernyataan diatas kertas bermaterai 6.000,- jelas sifatnya wajib dibayar walau hingga tujuh turunan.
"Cara-cara seperti ini jelas sebagai bentuk intimidasi, memaksa orang berhutang, karena surat pernyataan itu adalah bentuk perikatan antara pihak pertama (Sekolah) dengan pihak kedua (orangtua siswa) yang jika pihak kedua tidak memenuhi/menyanggupi, maka secara hukum disebut wanprestasi," tegas Arnol seraya menyebut hingga tujuh turunan tetap menjadi hutang para orangtua siswa.
Berdasarkan Permendikbud No.75/2016 tersebut, tugas komite diantaranya menggalang dana, tetapi bukan dari orangtua siswa, melainkan dari masyarakat, baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif.
"Atas dasar penjelasan Permendikbut tentang Komite tersebut, maka pihak sekolah tidak dapat mendalilkan hasil rapat Komite Sekolah, apalagi dikait-kaitkan dengan MKKS," tegas Arnol.
Lebih memprihatinkan lagi ujar Arnol, kondisi negeri ini sedang dilanda pandemi Covid-19, tetapi pihak sekolah hanya mementingkan diri sendiri. Masyarakat berharap bansos dari pemerintah karena situasi ekonomi sedang melemah, tetapi untuk dunia pendidikan di Kota Bekasi diwajibkan bayar jutaan rupiah hanya belajar sistem DARING.
"Sangat Keterlaluan. Egois dan tidak berperi kemanusiaan sampai-sampai mewajibkan orangtua siswa membuat surat pernyataan diatas kertas bermaterai Rp.6.000,- Kalau alasan BOS pusat dan BOS Propinsi tidak cukup, itu tidak masuk akal, apalagi saat sekarang semua siswa bejar dirumah secara DARING," tegas Arnol.
Arnol Berjanji akan membawa kasus ini keranah hukum pidana maupun perdata. Sayang, situasinya saat ini belum memungkinkan, nanti ketika pandemi Covid-19 sudah reda, akan menjadi atensi buat lembaganya/LSM-Master.  (Red)



TerPopuler