Terduga Penculik Anak Dibawah Umur Dilepas Penyidik PPA?

Terduga Penculik Anak Dibawah Umur Dilepas Penyidik PPA?

Kamis, 14 Mei 2020, 8:41:00 AM
Ket Foto: Dr. Manotar Tampubolon (Jas Hitam) Tengah Foto Bersama Usai Sidang Di MK 
Kota Bakasi, pospublik.co.id - Bulan madu dalam sebuah pernikahan merupakan impian sepasang sejoli dalam mengawali biduk rumah tangga baru. Namun buat pasangan suami istri (Pasutri) NG bersama DS, impian itu sirna bag ditelan bumi. 

Sekelompok orang (TS cs) menyerang dan menganiaya DS suami NG secara membabi buta di rumahnya, di Perum Galaxi-I, No.244, Pondok Timur Indah, Rt.003/Rw.007, Kel. Mustikasari, Kec. Mustikajaya, Kota Bekasi, hanya beberapa hari setelah melangsungkan pernikahan.

Penuturan korban pasangan suami istri (Pasutri) ini kepada pengacaranya dari LBH Patriot, Dr. Manotar Tampubolon, SH, MA, MH yang beralamat di Jl. Jati Timur Raya, Blok A/168 Bekasi, kejadian itu sangat tiba-tiba dan tidak disangka-sangka, karena sebelumnya, tidak merasa ada musuh atau pun lawan.

Sebelum lanjut kepelaminan, janda beranak 4 ditinggal mati suaminya ini  dengan pria duda beranak 1 ditinggal mati istrinya ini, dalam merajut hubungan (pacaran) merasa tak ada masalah, dan sang wanitanya pun terlebih dahulu pamit kepada keluarga (alm) suaminya, begitu juga kepada ke-4 putrinya.

Setelah mendapat ijin/persetujuan, pasangan sejoli ini baru kemudian merencanakan pernikahan dilangsungkan di kampung halaman orangtua mempelai wanita (NG). Pemberkatan nikah disalah satu Gereja di Pulau Samosir, Kab. Samosir, Sumut, berjalan religius dan penuh suka cita. Begitu pun prosesi adat pada hari yang sama setelah pemberkatan nikah sekitar bulan Juli 2017, semua berjalan sesuai Budaya Batak.
Ket Foto: Dr. Manotar Tampubolon (Gantung KTA) Usai Memberikan Kesaksian Sebagai Saksi Ahli Di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Di Jakarta
 Tokoh adat dari pihak mempelai wanita dan juga Tokoh adat dari pihak mempelai pria hadir dalam prosesi adat istiadat tersebut. Masing-masing menjalankan ritual sebagaimana kewajibannya dan menerima haknya sesuai tatanan adat orang Batak.

Masa-masa sulit ditinggal suami dan istri, betul-betul terlupakan oleh kebahagian pernikahan  berjalan penuh suka cita itu. Pasutri yang separoh hidupnya berdomisili di Kota Bekasi memutuskan untuk mengarungi biduk rumah tangga kembali ke Kota Bekasi.

Tepat tanggal 25 Juli 2017, dengan jasa transportasi udara (pesawat terbang) pasutri ini kembali dari Sumatera Utara, dan tiba di rumahnya di  Perum Galaxi-I, No.244, Pondok Timur Indah, RT. 003/RW.007, Kel. Mustikasari, Kec. Mustikajaya, Kota Bekasi pada hari yang sama.

Kebahagian pasutri ini semakin bertambah ketika menyaksikan 4 putrinya merasa turut bahagia menyambut kedatangan mereka. Namun ibarat pepatah mengatakan: "Untung Tak Dapat Diraih, Malang Tak Dapat Ditolak". 
Keesokan harinya, 26 Juli 2017, sekira pukul: 2.30 Wib dini hari, sekelompok orang tiba-tiba menyerang mereka (Pasutri ini) dirumahnya secara membabi buta.

Pasutri yang tinggal serumah bersama 4 putrinya itu kepada Pengacaranya, Dr. Manotar Tampubolon  menceritakan kronologis penyerangan oleh sekelompok orang tidak bertanggung-jawab kerumahnya. Sambil berteriak menyebut istrinya (NG) Lonte, wanita murahan, gerombolan pria itu pun membabi buta melayangkan bogem secara bertubi-tubi ke suaminya (DS). 

Tidak cukup hanya sampai disitu lanjut Dr. Manotar kembali menceritakan kronologis kejadian terhadap kliennya itu. Gerombolan pria berjumlah kurang lebih 5 orang itu merampas uang, HP, Sertifikat Tanah dan bangunan, menculik putri kandungnya berinisial  LMS yang masih duduk dibangku kelas VIII SMP Tinta Emas Indonesia Bekasi, dan CS yang masih duduk dibangku kelas III SDN Mustikajaya II, Kota Bekasi.

Sementara dua kakaknya terpaksa melarikan diri kerumah pamannya di Pondokgede malam itu sekitar pukul 2.35 Wib, Rabu dinihari, dibalut rasa takut. 

Dengan beringas, brutal, gerombolan pria itu katanya memaksa keduanya meninggalkan rumahnya. DS didampingi istrinya NG babak belur dipukuli. Merasa ketakutan dan tidak bisa berbuat banyak kecuali menuruti perintah para pria itu untuk meninggalkan tempat kejadian perkara (TKP). Oleh pria tak bertanggungjawab itu, rumah korban digembok pakai rantai, dan dua putrinya diculik. Belakangan diketahui disekap di Lampung Sumatera Selatan.

Kebahagian Pasutri ini dirampas seketika oleh tesangka TS cs. Walau keesokan harinya mereka (Pasutri) ini kembali berkumpul bersama kedua putrinya dari Pondokgede Kota Bekasi, namun rasa trauma terus menyelimuti mereka, khususnya kedua putrinya. Sementara Pasutri ini tetap gelisah, gunda gulana, karena  2 putrinya yang masih dibawah umur disekap tersangka TS cs di Lampung.

Takut keselamatan putri mereka yang diculik dan disekap di Lampung, Sumatera Selatan, Pasutri DS dan NG kemudian menempuh jalur hukum dengan melaporkan kejadian ini ke Polsek Bantargebang, dan ke Polrestro Bekasi Kora.

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 27 Juli 2017, Dr. Manotar Tampubolon, SH. MA. MH, Advokat pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Patriot Kota Bekasi, bertindak atas nama klien (korban) Nurhayati br. Gultom (NG), melaporkan dugaan tindak pidana: Perampasan, Pencurian, Penganiayaan, Pengusiran Paksa, dengan 4 register laporan di Polisi Sektor (Polsek) Bantargebang, Resort Kota Bekasi.

Sementara kaitan penculikan anak dibawah umur, karena di Polsek belum ada PPA, maka saksi korban (ortu terculik) melaporkan ke Polrestro Bekasi Kota, dengan Laporan Polisi, No.LP/1224/K/VII/2017/SPKRESTRO Bekasi Kota tertanggal 27 Juli 2017.

Menurut Manotar, rasa trauma atas kejadian yang menghantam biduk rumah tangga Pasutri ini belum juga pulih walau sudah menginjak tahun ke-III. Apalagi laporan polisi terkait dugaan tindak pidana penculikan 2 putrinya, belum juga menunjukkan perkembangan akan lanjut.

Padahal, sekitar tiga bulan setelah kejadian itu dilaporka ke Polrestro Bekasi Kota, terduga pelaku penculikan telah mengembalikan putri kliennya ke PPA, namun terduga penculiknya tidak diamankan. 

"Lalu bagaiman ke-5 laporan Polisi itu bisa lanjut ke Kejaksaan jika terduga pelaku tindak pidana itu sendiri sudah menyerahkan diri, tetapi tdk diamankan atau diproses oleh Penyidik," ujar Dr. Manotar Tampubolon seraya bertanya.

Kebahagian, harta, sikologis pasutri ini terampas, namun ketika berjuang mencari keadilan, bag apa kata orang, hukum tajam kebawah tumpul keatas.

Pelapor menduga para pelaku memiliki orang kuat/petinggi membekup kasus ini dari belakang. Dugaan ini cukup beralasan ujar Manotar, pasalnya: 4 orang penyidik yang menangani laporan dugaan Perampasan, Pencurian, Pengusiran paksa, dan Penganiayaan di Polsek Bantargebang yang dilaporkan melanggar etik Polri rela menerima sanksi hukum terbukti melanggar etik Polri karena diduga mendapat tekanan dari orang hebat/petinggi agar 4 LP tersebut tidak naik ke Kejaksaan.

Menurut Dr. Manotar Tampubolon, SH. MA. MH, terhadap laporan penculikan putri kliennya, dengan Laporan Polisi, No. LP/1224/K/VII/2017/SPKRESTRO Bekasi Kota tertanggal 27 Juli 2017, tiga (3) oknum anggota Polri Resort Kota Bekasi, yakni: Brigka (Pol) Istikomah, Aiptu (Pol) Joko Raharjo, dan Iptu (Pol) Karina, telah dilaporkan dugaan pelanggaran etik Polri.

Menurut Manotar, kliennya Nurhayani Br. Gultom adalah ibu kandung LMS yang masih duduk dibangku kelas VIII SMP Tinta Emas Indonesia Bekasi, dan CS yang duduk dibangku kelas III SDN Mustikajaya II Bekasi, yang diculik TS cs pada hari Rabu 26 Juli 2017 sekitar pukul 2:30 WIB di rumah korban di Galaxi-I No. 244 Pondok Timur Indah Rt.003/Rw.007, Kel. Mustikasari, Kec. Mustikajaya, Kota Bekasi, yang disekap selama 3 bulan di Lampung, Sumatera Selatan.

Manotar menyebut, terhadap dugaan tindak pidana penculikan ini, dia mendampingi kliennya NG (orangtua terculik) tanggal 27 Juli 2017 melapor ke Polrestro Bekasi Kota. Namun laporan itu tidak kunjung diproses, bahkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) pun tidak pernah diberikan penyidik kepada pelapor.

Berulangkali  dipertanyakan ke penyidik lanjut Manotar, terakhir Februari 2020, namun jawaban dari penyidik Iptu (Pol) Karina yang sudah dilaporkan melanggar etik Polri, akan dicari dulu.

Manotar mengatakan, kejadian ini pun sudah korban laporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan KPAI sudah mengirimkan surat kepada Kapolres Kota Bekasi, mempertanyakan tindak lanjut penanganan Laporan Polisi Nomor: LP/1224/K/VII/2017/SPKRESTRO Bekasi Kota tertanggal 27 Juli 2017 tersebut.

Anehnya lanjut Manotar, sekitar Oktober 2017, terduga penculik sudah datang ke Polrestro Bekasi Kota menyerahkan putri saksi korban NG kepada PPA Polrestro Bekasi Kota, tetapi tidak diamankan.

"Kuat dugaan oknum anggota di PPA berpihak kepada terduga pelaku Penculikan, karena diduga ada orang kuat yang interpensi. Bahkan oknum anggota Polrestro Bekasi Kota di PPA berusaha mengancam Korban (Pelapor) supaya menjemput anaknya ke Polrestro karena sudah dikembalikan para penyekap selama 3 bulan di Lampung, Sumsel," ujar Manotar.

Kuat dugaan lanjut Manotar, oknum penyidik PPA (Teradu) terjadi konsfirasi dengan terlapor (terduga penculik), sebab tidak mungkin anak korban diantar ke Unit PPA atau Ruangan Teradu, kalau tidak ada yang bekup dibelakang. "Pasti komunikasi dahulu, agar anak korban diantarkan ke kantor Teradu (PPA)," ungkap Manotar.

Kemudian lanjut Manotar, setelah anak korban ada di ruangan Teradu, yakni: Brigka (Pol) Istikomah, Aiptu (Pol) Joko Raharjo, dan Iptu (Pol) Karina, dirinya ditelepon teradu agar datang ke kantor Teradu menjemput anak korban.

Terhadap anjuran teradu (Penyidik PPA) tersebut, dia selaku kuasa hukum korban menyarankan agar terlapor (terduga penculik) yang sudah datang keruangan penyidik langsung diamankan dan diproses sesuai UU yang berlaku. Namun teradu (PPA) kata Manotar menjawab: "Kalau kalian tidak mau anak ini, akan saya suruh dibawa kembali".

Karena menolak untuk menjemput anak-anak korban keruangan Teradu ujar Manotar, Teradu kemudian menelepon korban (NG) agar datang menjemput anaknya di kantor Teradu.

Dalam pembicaraan antara Korban (NG) dengan Teradu Brigka (Pol) Istiqomah yang sengaja direkam Korban NG, Brigka Istiqomah mengatakan, PPA hanya berurusan untuk mengembalikan anak korban. Kalau anak korban sudah dikembalikan, masalah selesai dan perkaranya tidak bisa dilanjutkan ke Pengadilan. Menurut Brigka Istiqomah lewat telepon, hal itu sesuai dengan pasal 330 KUHP.  "Kalau Ibu tidak mau terima anak ibu maka kasusnya beda lagi," ujar Istiqomah katanya diujung telepon.

Dari pembicaraan ini lanjut Manotar menambahkan, jelas bahwa perkara ini tidak akan dilanjutkan oleh Teradu. Alasan Teradu karena anak korban sudah dikembalikan. Dari jawaban Teradu (Istiqomah) menunjukkan kalau Teradu tidak memahami Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya pasal yang disangkakan kepada Terlapor, yakni Pasal 330 ayat (1).

Pasal ini cukup jelas berbunyi: Barang siapa dengan sengaja mencabut orang yang belum dewasa dari kuasa yang sah atasnya atau dari penjagaan orang yang dengan sah menjalankan penjagaan itu, di hukum penjara selama - lamanya tujuh tahun.

Ayat (2) berbunyi: Dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika perbuatan itu dilakukan dengan memakai tipu daya, kekerasan atau ancaman dengan kekerasan atau kalau yang belum dewasa umurnya di bawah dua belas tahun.

Menurut Dr. Manotar Tampubolon, Teradu (PPA) diduga keras melanggar Pasal 10 huruf (c) dan huruf (e) Peraturan Kapolri (Perkapolri) No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dimana sesuai Perkapolri ini, Setiap Anggota Polri wajib:
  1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah, nyaman, transparan, dan akuntabel berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas ujar Manotar, Teradu tidak mengindahkan Perkapolri dan ketentuan UU yang berlaku. Untuk itu, dirinya selaku penasehat hukum korban/Pengadu meminta Divpropam Polri untuk:
  1. Menindaklanjuti serta melimpahkan laporan/pengaduan ini ke Propam Polda Metro Jaya
  2. Untuk Propam Polda Metro Jaya agar memeriksa Teradu yang diduga kuat melanggar Perkapolri No.14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Polri.
  3. Membawa kasus ini ke sidang Disiplin dan Dewan Kode Etik Polri.
  4. Mengadili serta menghukum Teradu sesuai dengan Perkapolri No.12 Tahun 2011
  5. Menjatuhkan sanksi yang tegas kepada Teradu atas perbuatannya yang merugikan hak hukum korban.
  6. Mereview kembali jabatan para Teradu yang tidak mampu melakukan penanganan laporan pada hal itu merupakan bidang Teradu. 
Menurut Dr. Manotar, mengenai laporan kliennya di Polsek Bantargebang, penyidiknya sudah diganti, karena penyidik sebelumnya, oleh Dewan Etik Polri menyatakan terbukti melanggar etik Polri. Namun dia belum tau siapa namanya. 

Sementara ujar Manotar, barang bukti berupa kendaraan roda dua milik klienya hingga kini masih di Polsek Bantargebang sebagai barang bukti. Sedangkang uang korban, sertifikat tanah dan bangunan, HP milik korban belum dikembalikan penyidik. (ManoAri)

TerPopuler