![]() |
TPA Burangkeng, (doc.net) |
Bekasi, pospublik.co.id - Publik menyoroti kejanggalan serius dan kelambanan proses hukum dalam penanganan kasus pencemaran lingkungan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng. Senin (8/9/25)
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi, Syafri Doni Sirait, telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak Maret 2025.
Namun, enam bulan berlalu, Syafri masih bebas berkantor, memegang kewenangan penuh, dan belum ditahan. Kondisi ini memicu kecurigaan publik bahwa aparat penegak hukum bersikap lamban dan tebang pilih.
Sejumlah dokumen yang diperoleh Pos Publik dari KLHK mengungkap fakta mengejutkan. Dalam hasil investigasi tim Direktorat Jenderal Gakkum, ditemukan pelanggaran fatal di TPA Burangkeng:
- TPA Burangkeng beroperasi tanpa izin lingkungan, melanggar Pasal 36 UU No. 32/2009.
- Penerapan sistem open dumping yang dilarang sejak 2013.
- Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tidak berfungsi karena tertimbun sampah.
- Air lindi dibuang langsung ke Kali Kembang tanpa penyaringan.
Hasil uji laboratorium KLHK menunjukkan kandungan logam berat berbahaya, seperti merkuri dan timbal, di aliran Kali Kembang telah melampaui baku mutu air. Akibatnya, ribuan warga di empat desa sekitar TPA berpotensi mengalami gangguan pernapasan, penyakit kulit, hingga risiko keracunan air.
Meski bukti pelanggaran sudah jelas, proses hukum berjalan lambat. KLHK menetapkan Syafri Doni sebagai tersangka pada 15 Maret 2025 dan menyerahkan berkas penyidikan lengkap ke penyidik Gakkum pada 5 April 2025. Namun hingga kini, tidak ada penahanan dan tidak ada kejelasan tahapan penyidikan.
Padahal, Pasal 98 dan 99 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tegas mengatur ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar bagi pelaku pencemaran serius. Publik mempertanyakan alasan kelambanan aparat dan menduga adanya perlakuan istimewa terhadap pejabat terkait.
Kemarahan masyarakat terus membesar. “Kalau kasus ini terus dibiarkan, masyarakat akan menganggap hukum hanya berani menindak rakyat kecil, tapi mandul menghadapi pejabat. Tersangka seharusnya segera ditahan dan dicopot dari jabatannya,” tegas Hendu, penggiat anti-korupsi Kabupaten Bekasi, saat dihubungi Pos Publik, Senin (8/9/25)
Hendu juga menilai, membiarkan seorang tersangka kasus pencemaran tetap menduduki jabatan strategis berpotensi mengganggu proses penyidikan dan membuka peluang intervensi kebijakan.
Pos Publik mencatat, desakan publik kini semakin meluas. Aktivis lingkungan, pegiat hukum, hingga warga sekitar TPA Burangkeng menuntut:
- Aparat penegak hukum segera menahan Syafri Doni Sirait.
- Bupati Bekasi segera menonaktifkan Syafri dari jabatan Kadis LH.
- Proses hukum dijalankan transparan tanpa intervensi dan tebang pilih.
Kasus ini menjadi ujian besar bagi integritas penegak hukum dan Pemerintah Kabupaten Bekasi. Jika penanganannya terus berlarut-larut, publik khawatir kepercayaan terhadap hukum dan birokrasi akan runtuh. Bekasi, kata para aktivis, membutuhkan pejabat bersih dan berintegritas, bukan pejabat berstatus tersangka yang masih nyaman duduk di kursi empuk dan menikmati fasilitas negara. (Red)