![]() |
Intay, warga Bekasi, menyampaikan pengaduan terbuka ke Kapolri terkait dugaan penipuan Rp72 juta yang mandek di Polres Metro Bekasi. |
Kronologi Kasus
Perkara ini bermula pada 14 Januari 2024. Saat itu, dua orang terlapor, Abdul Rahman dan Sahril, menerima uang Rp72 juta dari Intay dengan jaminan satu unit mobil Toyota Rush 2016 berwarna hitam (B 1015 EQU).
Namun, pada 27 Februari 2024, mobil jaminan tersebut ditarik oleh pihak leasing. Akibatnya, Intay mengalami kerugian ganda: uang tak kembali, mobil pun hilang.
Berbagai upaya penagihan telah dilakukan, termasuk dua kali melayangkan surat somasi. Karena tak ada itikad baik dari terlapor, Intay akhirnya melaporkan kasus ini ke Polres Metro Bekasi pada 30 September 2024.
Polisi sempat menerbitkan SP2HP–1 pada 5 November 2024, tetapi hingga kini perkara belum menunjukkan perkembangan berarti.
Kekecewaan Korban
Dalam pengaduan terbukanya yang disampaikan melalui media sosial pada 27 September 2025, Intay mengaku kecewa karena setiap kali menanyakan perkembangan kasus, jawaban dari penyidik selalu sama: “masih dalam proses” tanpa penjelasan detail.
“Saya mengalami kerugian finansial yang besar dan merasakan kekecewaan mendalam karena tidak mendapat kepastian hukum. Sistem hukum yang seharusnya melindungi justru terkesan mengabaikan hak saya sebagai warga negara,” ungkap Intay.
Melalui dumas tersebut, Intay meminta Kapolri memberi atensi khusus dengan tiga tuntutan utama:
- Penanganan perkara secara serius, transparan, dan profesional.
- Percepatan penyidikan hingga tahap peradilan.
- Perlindungan hak korban sesuai asas keadilan hukum.
Sorotan Publik
Ketua Ruang Jurnalis Nusantara (RJN) Bekasi Raya, Hisar Pardomuan, menegaskan bahwa kasus ini bukan hanya soal kepentingan individu, melainkan menyangkut transparansi, akuntabilitas, dan responsivitas aparat penegak hukum.
“Ketidakpastian hukum berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap Polri. Karena itu, RJN memandang perlu adanya pengawalan ketat agar proses hukum berjalan transparan dan akuntabel,” ujarnya.
Hisar juga mengingatkan bahwa asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan harus menjadi pedoman aparat.
“Pengawasan langsung dari pimpinan Polri sangat diperlukan agar keadilan substantif benar-benar tercapai, bukan sekadar formalitas administratif,” tegasnya.
Kasus dugaan penipuan dan penggelapan Rp72 juta yang menimpa Intay kini menjadi ujian serius bagi integritas penegakan hukum di tingkat daerah. Publik menanti langkah tegas, transparan, dan berkeadilan dari institusi kepolisian, untuk memastikan hukum benar-benar hadir melindungi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(Redaksi)