![]() |
Sebelah Kiri, Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Ridwan, Sebelah Kanan, Ketua RJN Bekasi Raya, Hisar Pardomuan (Foto/Ist) |
Bekasi, pospublik.co.id - Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) para Kepala Desa se-Kabupaten Bekasi kembali menuai sorotan tajam. Pasalnya, pelaksanaan kegiatan yang diduga diselenggarakan pihak swasta itu tanpa melibatkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).
Selain tidak melibatkan BPMD, kegiatan itu juga tidak melibatkan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI). Sehingga dinilai bertentangan dengan regulasi nasional dan daerah tentang penyelenggaraan pembinaan dan peningkatan kapasitas aparat desa.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Ridwan Arifin, menanggapi maraknya kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) yang dilakukan sejumlah Kepala Desa tanpa koordinasi resmi dengan DPMD maupun APDESI.
Melalui pesan singkat yang disampaikan kepada awak media, Ridwan mengaku prihatin terhadap model pelatihan yang dinilai semakin jauh dari semangat efisiensi dan tata kelola anggaran yang baik.
"Saya sudah tanya ke Kepala DPMD, beliau juga tidak tahu. Ini kenapa Kepala Desa Bimtek terus? Padahal ada Inpres No. 1 Tahun 2025 soal efisiensi anggaran," kata Ridwan lewat pesan singkat (WhatsApp).
Ia juga menyoroti pelaksanaan Bimtek yang tidak diselenggarakan oleh lembaga resmi pemerintah berpotensi menjadi modus baru pemborosan dana desa atau korupsi.
"Pemdes terlalu mudah menyetujui kegiatan berbau Bimtek, padahal yang menyelenggarakan bukan lembaga resmi. Ini jadi peluang usaha baru, dan bentuk penghamburan uang model baru. Jangan-jangan nanti bisa Bimtek sebulan dua kali,” cibirnya.
Ironisnya lanjut Ridwan, ADD dan DAD katanya kurang, tapi kegiatannya Bimtek terus. Ini jelas harus dikritisi dan dievaluasi, bila perlu APH turun tangan memeriksa pengelolaan anggarannya.
Di akhir komentarnya, Ridwan menegaskan bahwa komitmen efisiensi anggaran dan akuntabilitas desa tidak boleh dikorbankan oleh kegiatan pelatihan yang tidak jelas dampaknya.
Bimtek yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, yakni: perusahaan swasta diduga berjalan tanpa koordinasi langsung dengan DPMD maupun APDESI. Padahal, kedua lembaga ini secara normatif merupakan unsur utama dalam pembinaan dan pemberdayaan Kepala Desa sesuai regulasi pusat dan daerah.
Merujuk pada Permendagri No. 16 Tahun 2018, serta Perda Kabupaten Bekasi No. 5 Tahun 2019, kegiatan peningkatan kapasitas perangkat desa wajib melibatkan peran aktif pemerintah daerah dan asosiasi kepala desa demi memastikan akuntabilitas dan relevansi materi.
Pelaksanaan Bimtek yang diadakan di luar daerah dan tidak menghadirkan unsur DPMD maupun APDESI menjadi persoalan hukum dan etika tata kelola pemerintahan desa. Hal ini terungkap dari penelusuran terhadap regulasi yang berlaku, termasuk:
- Permendagri No. 28 Tahun 2006* tentang Pedoman Pembinaan Kepala Desa
- Permendagri No. 16 Tahun 2018* tentang Musyawarah Desa dan Pemberdayaan Masyarakat
- Perda Kabupaten Bekasi No. 5 Tahun 2019* tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Regulasi tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan program peningkatan kapasitas Kepala Desa wajib dilakukan melalui pelibatan pemerintah daerah (DPMD) dan asosiasi desa resmi (APDESI).
Pemerhati kegiatan tersebut, Hisar Pardomuan menegaskan, modus semacam ini mencederai semangat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran desa.
"Ketika kegiatan pelatihan bagi Kepala Desa dilakukan tanpa koordinasi dengan DPMD dan APDESI, maka itu tidak hanya cacat prosedural, tetapi juga membuka peluang terjadinya penyalahgunaan anggaran,” kata Hisar.
Menurutnya, Kepala Desa seharusnya tidak menjadi objek bisnis pelatihan yang sarat konflik kepentingan.
“Kami dari RJN mendorong aparat penegak hukum dan Inspektorat Daerah untuk mengevaluasi secara menyeluruh kegiatan Bimtek yang tidak memiliki dasar pelibatan pemerintah daerah secara formal," kata Hisar.
Bimtek dimaksud berlangsung pada pertengahan Juni 2024 dan diikuti sejumlah Kepala Desa dari Kabupaten Bekasi. Namun kegiatan itu dilaksanakan di luar wilayah administrasi Kabupaten Bekasi tanpa pengawalan resmi dari lembaga yang berwenang.
Keadaan ini menambah deretan pertanyaan publik mengenai siapa yang sebetulnya berada di balik kegiatan tersebut dan bagaimana proses penganggarannya.
Menurut Hisar, selain dugaan pelanggaran administrasi, kegiatan ini disebut-sebut sebagai praktik yang mengabaikan prinsip-prinsip good governance, yakni:Transparansi, Akuntabilitas dan Partisipasi publik.
Jika terus dibiarkan kata dia, pola-pola semacam ini bisa menjadi preseden buruk dalam pengelolaan pemerintahan desa. Dimana anggaran pelatihan bisa disalurkan tanpa pengawasan, konten pelatihan tidak relevan, dan hasilnya tidak berdampak pada kualitas pelayanan publik di desa.
Penguatan peran DPMD dan APDESI dalam setiap kegiatan Bimtek harus segera diwujudkan dengan:
- Revisi pedoman teknis pelatihan
- Penerapan evaluasi kegiatan oleh Inspektorat
- Transparansi vendor atau pihak ketiga yang terlibat.
Untuk itu kata Hisar, Pemerintah Kabupaten Bekasi supaya segera menerbitkan Surat Edaran Bupati yang mengatur mekanisme pelatihan Kepala Desa secara terstruktur, terukur, dan terbuka.
Polemik Bimtek ini menurutnya menjadi cermin kegagalan koordinasi antara pemerintah daerah dan desa, sekaligus menjadi panggilan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memperbaiki tata kelola.
"Jangan jadikan kepala desa sebagai objek pelatihan yang hanya menghabiskan anggaran tanpa evaluasi dampak,” tegasnya.
Dengan terbukanya wacana ini, masyarakat dan media memiliki tanggung jawab untuk terus mengawasi jalannya pemerintahan desa yang bersih, berintegritas, dan berpihak kepada rakyat. (Dedy)