Drs. Andy Salim: Nekat Merobah Putusan Inkracht Diduga Kuat Terjadi Gratifikasi

Drs. Andy Salim: Nekat Merobah Putusan Inkracht Diduga Kuat Terjadi Gratifikasi

Jumat, 11 Maret 2022, 8:11:00 PM
Pengadilan Tinggi Bandung, Jawa Barat

Bekasi, pospublik.co.id – Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung, Jawa Barat, yang diketuai Walfred Pardamean, SH. MH dengan Hakim anggota, Syamsul Bahri Borut, SH. MH, dan Agoeng Rahardjo, SH. MH membatalkan putusan Pengadilan Negeri Kota Bekasi, Nomor:47/Pdt.G/2021/PN. Bks, yang diperiksa dan diadili majelis hakim yang diketuai, Ranto Indra Karta Pasaribu, SH. MH.

Prodak Pengadilan Tinggi Jawa Barat
Putusan perkara nomor:58/PDT/2022/PT.BDG tersebut berbunyi, menerima permintaan banding dari pembanding, Drs. Andy Iswanto Salim. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor:47/Pdt.G/2021/PN. Bks tanggal 26 Oktober 2021.

 

Menolak eksepsi tergugat semula atau pembanding untuk seluruhnya. Menolak gugatan penggugat semula atau terbanding mantan Ketua DPD II Partai Golkar (PG) Kota Bekasi, Rahmat Effendi, dan DPD II PG Kabupaten Bekasi untuk seluruhnya. Menghukum penggugat semula atau terbanding DPD II PG Kota dan Kabupaten Bekasi untuk membayar biaya perkara untuk Pengadilan tingkat pertama (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) yang untuk PT Rp.150.000,-.

 

Hakim Pengadilan Tinggi Bandung, Jawa Barat, membatalkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Bekasi yang merobah putusan majelis hakim yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap), yakni putusan perdamaian yang dituangkan kedalam Akta Van Dading Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks pada Pengadilan Negeri yang sama.


Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, Jawa Barat, yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut, mengabulkan permintaan pembanding, dan membatalkan putusan PN Kota Bekasi untuk seluruhnya. Dan menghukum terbanding DPD II PG Kota dan Kabupaten Bekasi  untuk membayar ongkos perkara pada dua tingkatan, yakni: PN dan PT.
Berita Terkait:

Sebelum putusa perkara Nomor:47/Pdt.G/2021/PN. Bks tersebut dibacakan majelis hakim yang pimpinan Ranto Indra Karta Pasaribu, tergugat, sekarang pembanding, mengaku tidak yakin putusan Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks itu akan dirobah/dianulir, apalagi penggugat, sekarang terbanding sudah tiga (3) kali mengajukan gugatan di PN ini atas objek yang sama, yakni: Perkara Nomor:558/Pdt.G/Plw/2015/PN. Bks, Nomor:59/Pdt.G2017/PT. BDG, Nomor:105/Pdt.G/2019/PN. Bks, tetapi selalu ditolak majelis hakim PN tersebut.


Pembanding, Drs. Andy Iswanto Salim mengaku baru sadar masih ada oknum-oknum hakim yang koyol berani merobah putusan yang sudah inkracht. Dia pun mengaku baru sadar dan merasa yakin tentang isu dugaan terjadi gratifikasi dalam perkara Nomor:47/Pdt.G/2021/PN. Bks, bersamaan dengan terbitnya penetapan Nomor:2/Pdt.P.Cons/2020/PN/Bks oleh Ranto Indra Karta Pasaribu tentang penitipan dana Consinyasi di Kas Kepaniteraan PN Bekasi, yang kemudian disusul putusan seperti yang dibatalkan Hakim Tinggi tersebut.

"Saya heran, jaman yang katanya Mahkah Agung sedang giat-giatnya membangun zona integritas di lembaga peradilan, tetapi masih ada oknum-oknum Hakim konyol yang berani menabrak aturan dengan merobah putusan hakim yang sudah inkracht di PN yang sama. Bahkan sudah tiga (3) putusan atas objek yang sama di PN tersebut yang telah sama-sama berkekuatan hukum tetap, masih dirobah oleh majelis hakim koyol tersebut. Tentu cukup beralasan kita menyakini dugaan gratifikasi besar-besaran terjadi untuk mendapatkan putusan tersebut," ujar Andi.


Untuk diketahui, sengketa Gedung DPD-II PG Kota/Kabupaten Bekasi di Jl. Jenderal Ahmad Yani, No.18 RT.05/RW.02, Kelurahan Marga Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat ini berawal dari kesepakatan jual beli antara, DPD-II PG dengan Drs Andi Iswanto Salim tahun 2004. Perjanjian Perikatan Jal Beli pun dilakukan dan ditandatangani kedua belah pihak dihadapan Notaris Rosita Siagian. Selaku pembeli, Andi Iswanto Salim menyerahkan uang kurang lebih 90% dari nilai transaksi.


Namun, 11 tahun kemudian, yakni: pada tahun 2015, pihak penjual Rahmat Effendi selaku Ketua DPD-II Kota Bekasi kala itu berusaha membatalkan PPJB tersebut dengan mendaftarkan gugatan No. 41/Pdt.G/2015/PN. Bks. Kemudian, sebelum pemeriksaan pokok perkara, antara tergugat dengan penggugat  sepakat gugatan itu diakhiri perdamaian. Konsep perdamaian tersebut pun diserahkan ke Majelis yang akhirnya menjadi putusan perdamaian (Akta Van Dading).


Menurut Andi Iswanto Salim, isi perdamaian itu sesungguhnya lebih banyak mengadopsi kepentingan penggugat. Termasuk denda keterlambatan 1% persen per hari adalah konsep penggugat (Rahmat Effendi) selaku Ketua DPD-II PG Kota Bekasi kala itu. Namun, hingga jatuh tempo 30 Juli 2015, penggugat tidak mengembalikan uang tergugat (Drs. Andi Iswanto Salim) sebagaimana isi kesepakatan yang dituangkan kedalam Akta Van Dading tersebut.


Rahmat Effendi justru kembali mengajukan perlawanan melalui PN atas Akta Van Dading tersebut. Atas upaya hukum yang ditempuh Rahmat Effendi tersebut, majelis hakim menolak. Hingga 3 kali mengajukan upaya hukum di PN Bekasi atas objek dan subjek yang sama, semuanya kandas/ditolak majelis hakim PN Bekasi yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.


Anehnya, perkara yang ke-4 Nomor:47/Pdt.G/2021/PN. Bks terhadap objek dan subjek yang sama oleh majelis hakim pimpinan Ranto Indra Karta, Pasaribu, SH mengabulkan gugatan Rahmat Effendi untuk merobah denda keterlambatan pengembalian uang milik Andy Iswanto Salim menjadi 6 persen per tahun.


Menurut majelis hakim yang dipimpin Ranto Indra Karta Pasaribu dalam putusan yang dibacakan tertanggal 26 Oktober 2021 tersebut, denda harus disesuaikan dengan suku bunga, yakni: 6% per tahun, dan mengabulkan pengembalian uang milik Drs. Andy Iswanto Salim menjadi Rp. 5.7 Miliar. Menetapkan dana pengembalian tersebut dititip di Kas Kepaniteraan PN Bekasi sebagai dana consinyasi. (MA) 

 


TerPopuler