BENANG MERAH KASUS JUAL BELI LAHAN dan GEDUNG GOLKAR

BENANG MERAH KASUS JUAL BELI LAHAN dan GEDUNG GOLKAR

Sabtu, 18 September 2021, 12:44:00 AM

Ket Foto: Paling Kiri, Drs. Andi Iswanto Salim, Tengah Mangalaban Silaban, SH. MH, Kanan, Nembang Saragi, SH Ketika Memberikan Keterangan Pers

Bekasi, pospublik.co.id -Untuk diketahui semua orang, ujar Drs. Andi Iswanto Salim, Selasa (14/09), banyak yang tersirat namun tidak tersurat dalam kasus jual beli Gedung DPD II PG Kota/Kab. Bekasi di Jln. Jendral Achmad Yani, No,18 Kota Bekasi yang telah dilakukan perikatan di Notaris sesuai Akta No. 26 tahun 2004.


Penjual, DPD II PG Kota/Kab. Bekasi berupaya membatalkan PPJB Nomor:26 yang dibuat dihadapan Notaris Rosita Siagian pada tahun 2004. Pembatalan PPJB itu dilakukan tahun 2015 karena 10 tahun kemudian (tahun 2014) ada pembeli baru yang bersedia membayar lahan dan Gedung DPD II PG tersebut sekitar Rp.50 miliar.


Kurun waktu kurang lebih 17 tahun sejak penandatangan PPJB dihadapan Notaris Rosita Siagian tahun 2004, DPD II PG Kota/Kab. Bekasi tidak juga mengosongkan Gedung Kantor di Jln. Jendral Achmad Yani, No.18 Kota Bekasi itu untuk kemudian dilunasi Drs. Andi Iswanto Salim sesuai isi penjanjian. Justru, pada tahun 2015 ujar Andi, DPD II PG Kota/Kab. Bekasi mendaftarkan gugatan di PN Bekasi Kota dengan register perkara Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks yang isinya membatalkan PPJB No.26 tersebut.


Ternyata benang merahnya mengapa timbul niat penjual membatalkan PPJB itu menurut Drs. Andi Iswanto Salim adalah, karena 10 tahun kemudian, yakni: tahun 2014 ada pembeli baru yang berminat membeli gedung itu senilai Rp.50 Miliar.


Namun karena penjual menyadari akan kalah, penjual (DPD II PG Kota/Kab. Bekasi-Red) akhirnya menawarkan obsi damai. Dia (Drs. Andi Iswanto Salim-Red) selaku pembeli pun legowo dengan kesepakatan: uangnya yang telah diterima penjual tahun 2004 dikembalikan empat kali (4 x) lipat.
Berita Terkait:

Kesepakatan itu kemudian diserahkan kepada majelis hakim yang selanjutnya dituangkan menjadi Akta Van Dading dalam putusan perkara Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks tertanggal 22 Juni 2015. Para pihak sepakat dihukum denda satu persen (1%) per hari jika tidak melaksanakan isi putusan tepat pada tanggal jatuh tempo, yakni: Penjual mengembalikan uang bembeli 4 kali lipat selambat-lambatnya tanggal 30 Juli 2015. Sebaliknya, pembeli akan membayar tiga kali (3 x) lipat sisa pembayaran jika Gedung sudah dikosongkan secara suka rela. Namun, isi Akta Van Dading itu tidak ditaati penjual (DPD II PG Kota/Kab.Bekasi-Red).
      

“Itulah benang merah kasus ini. Pihak Golkar menjual gedungnya kepada saya tahun 2004. Tetapi mereka tidak mau mengosongkan alasan saya belum membayar tahap ketiga atau yang terakhir (pelunasan-Red), padahal didalam perjanjian itu, dibayar lunas pada saat pengosongan. Saya sudah bayar 81 persen dia tidak mau keluar, bagaimana,” ujar Andi bertanya.


Seiring waktu lanjut Andi, tahun 2014 muncul pembeli baru yang berani membayar lahan dan gedung itu sekitar Rp.50 Miliar, dan tanda jadi sekitar Rp.16,5 miliar sudah dititip di salah satu Notaris. Tetapi setelah mengetahui Gedung itu sedang sengketa, transaksi akhirnya dibatalkan pembeli kedua.


“Mereka sempat jual ko, mereka sempat pasang iklan di media Rp.46 M sekitar tahun 2014. Yang saya dapat bukan informasi loh, saya temui langsung pembelinya setelah kami digugat. Melihat bukti-bukti kami kuat, penjual ngajak damai, penjual akan kembalikan uang saya 4 kali lipat, dan jual beli dibatalkan. Jual beli dibatalkan tujuan utamanya karena ada pembeli baru namanya Anton Setiawan, dan sudah aku temui, ada dua orang saksi yang nemani saya, dan pak Anton sudah menitipkan uangnya di Notaris sekitar Rp.16,5 M,” ujarnya.

Berita Terkait: 

https://www.pospublik.co.id/2021/09/menjadi-cermin-buruknya-penegakan-hukum.html

Enam belas miliar, kalau hanya bayar kedia 8 miliar menurut Andi, masih menang banyak penjual, karena yang dipikirin penjual hanya duit. “Kita punya dokumennya semua, dan itu diakui sama mereka. Setelah saya bersedia uang saya dikembalikan 4 kali lipat, ternyata diketahui Anton Setiawan, dia merasa khawatir, akhirnya jual beli dibatalkan,” pungkas Andi.


Mengenai denda satu persen per hari menurut Andi adalah inisiatif penjual. Kalua dia tidak melunasi ketika Gedung sudah dikosongkan, maka dia wajib membayar denda satu persen per hari. Sebaliknya, ketika penjual tidak mengembalikan uangnya tepat jatuh tempo tanggal 30 Juli 2015, maka penjual wajib membayar denda satu persen per hari, agar masing-masing pihak serius melaksanakan putusan Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks tersebut.


Terkait denda satu persen per hari itu bukan inisiatif saya, itu inisiatif mereka, saya tanda tangani. Kalau saya tidak membayar pada saat Gedung dikosongkan, saya siap didenda satu persen per hari. Sebaliknya, kalau dia (DPD II PG Kota/Kab. Bekasi-Red) tidak bayar ke saya satu persen, dendanya juga sama. Kenapa kita bikin denda, karena saat itu kita sama-sama tidak mau dikemudian hari bermasalah. Supaya masing-masing pihak serius melaksanakan putusan itu,” tutur Andi.


“Saya ulangi, ini bukan bunga, ini denda, bedakan dulu denda sama bunga, kalua tidak tau belajar lagi. Setelah itu tidak dilaksanakan, kami somasi supaya dilaksanakan isi putusan itu. Paling tidak kami ambil alih gedung itu, saya bayar dia tiga kali (3 x) lipat dari kekurangan pelunasan. Ternyata, setelah kami somasi 1, 2, 3, muncul perlawanan atas Akta Van Dading melalui perkara Nomor:558/Pdt.Plw/2016/PN.Bks, atau perkara kedua,” imbuhnya.

Berita Terkait:

https://www.pospublik.co.id/2021/08/penyeludupan-dan-malprosedur-hukum-oleh.html

Kemudian ujar Andi lebih lanjut, setelah DPD II PG Kota/Kab. Bekasi kalah di PN, mereka (penggugat-Red) tempuh upaya banding, namun putusan PN dikuatkan putusan Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Isi gugatan kedua Nomor:558/Pdt. Plw/2016/PN. Bks itu adalah ingin membatalkan perjanjian damai atau Akta Van Dading Nomor:41/Pdt.G/2015/2015/PN. Bks yang sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde).


Karena sudah berjalan waktu sekian lama lanjut Andi, mereka mau eksekusi, tetapi dirinya dirayu oleh Rahmat Effendi selaku Ketua DPD II PG Kota/Kab.Bekasi kala itu supaya eksekusi ditunda dulu.


“Pas mau eksekusi, saya dirayu kembali supaya jangan dieksekusi. Alasan beliau karena menyangkut nama baik dan pilkada. Pada saat itu beliau mencalonkan Walikota di Bekasi, head to head dengan conpetitornya koalisi PKS dan Gerindra. Saya berpikir, kalau nanti saya mengeksekusi, gedung itu dikosongkan, nama baiknya benar rusak, kemudian dia kalah, dia tidak jadi walikota sampai hari ini. Dia minta kesaya supaya eksekusi ditunda, sampai selesai Pilkada. Pilkada sudah selesai pencoblosan, dia menang perhitungan Quick Count, minta ditunda sampai penghitungan KPU yang resmi, saya tunda lagi. Sudah dilantik, lagunya beda lagi,” cibir Andi.


Menurut Drs. Andi Iswanto Salim, Walikota sudah beberapa kali pertemuan dengan dirinya. Pernah sekali didampingi pak Wakil, pernah didampingi sama stafnya, semua lengkap dokumentasinya.


“Beberapa kali pertemuan antara saya dengan wali, saya punya dokumentasi, punya fotonya. Lalu kemudian, begitu sudah dilantik, gayanya beda lagi, malah ngomong sama saya “Bang bagaimana kalau kita jual bersama gedung ini”, itu ucapan beliau ingin menjual gedung itu bersama. Ini saya buka supaya orang tau semua dan terang benderang apa yang terjadi, biar mikir dan tau malu gitu loh. Setelah saya mikir, daripada jual bersama ribet, yaa sudah, saya tahu harga gedung itu Rp.50 M, bayar saya Rp.25 M saja, saya mundur. “Bang sabar ya, ga enak kalau ini putusan saya sendiri, lebih baik putusan dari Tim" lagunya. Dibentuklah Tim Asset menjumpai saya 10 orang, ada pengacara saya pak Mangalaban Silaban mendampingi saya di Hotel Horizon sekitar Januari tahun 2020,” papar Andi.

Berita Terkait:

https://www.pospublik.co.id/2021/05/penetapan-ketua-pn-mengamputasi-putusan.html

Dalam pertemuan di Hotel Horizon tersebut ujar Drs. Andi Iswanto Salim, Tim Asset DPD II PG Kota/Kab. Bekasi menawarkan pengembalian uang yang diterima penjual tahun 2004 itu Rp.15 Miliar, namun dia memberi obsi diangka Rp.25 miliar. Tim Asset ternyata belum bisa membuat keputusan sebelum mendapat petunjuk dari Ketua DPD II PG Kota/Kab. Bekasi.


Pada kesempatan itu ujar Andi, Mangalaban Silaban, SH. MH selaku kuasa hukumnya sempat bertanya kapan kira-kira dapat kepastian sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut. Namun oleh Tim Asset tersebut tidak memberi jawaban yang pasti. Ternyata yang muncul adalah gugatan Nomor:105/Pdt.G/2020/PN.Bks yang putusannya oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bekasi Kota tertanggal 16 November 2020 juga NO seperti putusan perkara Nomor:558/Pdt.Plw/2016/PN. Bks. 


Drs. Andi Iswanto Salim usai sidang di PN Bekasi, melalu kuasa hukumnya, Mangalaban Silaban, SH. MH, Nembang Saragi, SH menyebut, mengingat putusan Nomor:105/Pdt.G/2020/PN.Bks, tersebut telah berkekuatan hukum tetap,  mereka (Drs. Andi Iswanto Salim-Red) telah  mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua PN Bekasi, dan PN telah menegur termohon eksekusi. Namun, DPD II PG Kota/Kab. Bekasi lagi-lagi mendaftarkan gugatan, yakni, Nomor:47/Pdt.G/2021/PN. Bks yang saat ini telah memasuki agenda kesimpulan. (MA)

  

TerPopuler