Memastikan Penyebab Kematian Butuh Otopsi, Visum et Repertum, Tapi Tidak Untuk Kasus Kucing

Memastikan Penyebab Kematian Butuh Otopsi, Visum et Repertum, Tapi Tidak Untuk Kasus Kucing

Selasa, 22 Februari 2022, 5:49:00 PM

Kucing Berkeliara Tanpa Perhatian
Bekasipospublik.co.id – Kalimat dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Bekasi yang menyebut: "dikurangi selama terdakwa dalam tahanan, dengan perintah tetap ditahan" yang menurut majelis hakim jelas keliru karena terdakwa tidak pernah ditahan, ternyata tidak dipertimbangkan majelis hakim dalam putusan.

Terdakwa Hasudungan Rumapea alias Oskar (62 thn) yang didakwa menganiaya kucing hingga mati hanya karena memukul kucing tersebut 1 kali menggunakan gagang sapu akhirnya divonis 3 bulan, masa percobaan 6 bulan oleh majelis hakim PN Kota Bekasi, Selasa (22/2/2022).


Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU selama 5 bulan penjara, yang embel-embelnya dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Padahal, terdakwa tidak pernah ditahan.


Tampa saksi fakta, Autopsi atau Visum et Repertum terhadap bangkai kucing yang sudah dikubur tersebut ujar Pengacara terdakwa dalam duplik sebelumnya, JPU meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili  perkara Nomor:625/Pid.B/2021/PN.Bks ini untuk menghukum terdakwa selama 5 bulan penjara.


Artinya ujar kuasa hukum terdakwa, Ondobina Sitohang, SH. MH, banyak hal-hal yang tidak dipertimbangkan majelis hakim dalam putusannya.

  • Pertama, azas pembuktian tidak kuat karena tidak ada saksi fakta yang melihat kucing tersebut mati seketika akibat dipukul pakai gagang sapu yang terbuat dari pralon plastik.
  • Kedua, tidak ada Autopsi atau Visum et Repertum untuk memastikan penyebab kucing itu mati.
  • Ketiga, antara pemilik dengan terdakwa sudah berdamai yang dituangkan secara tertulis diatas materai cukup disaksikan Ketua RT dan RW.

Berita Terkait:

https://www.pospublik.co.id/2022/01/tampa-saksi-fakta-dan-autopsi-mayat-jpu.html


Menurut Ondobina, kliennya terus terang mengakui memukul kucing itu menggunakan gagang sapu yang terbuat dari pralon plastik, tetapi tidak ada niat untuk membunuh, melainkan hanya untuk mengusir. Kemudian, terdakwa tidak melihat kucing itu mati seketika usai dipukul.

 

"Kalau kucing itu mati seketika karena dipukul, terdakwa pasti membuangnya (kubur) supaya bangkainya tidak menimbulkan bau. Namun ketika kejadian, terdakwa tidak melihat kucing itu seketika mati. Maka untuk memastikan penyebab kucing itu mati, mustinya dilakukan Autopsi atau Visum et Repertum," ujar pengacara terdakwa.


Kekecewaan kuasa hukum terdakwa juga ditimpali sejumlah pengacara yang sedang menunggu jadwal sidang di kantin PN Bekasi. Para Sarjana Hukum itu ada yang berpendapat Tuntutan JPU harus ditolak karena keliru/eror menyebut tuntutan dikurangkan selama terdakwa ditahan, dan tetap ditahan, padahal terdakwa sama sekali tidak pernah ditahan.


Ada yang menyebut pembuktian JPU lemah karena tidak didukung saksi fakta dan visum et repertum yang seharusnya menjadi pertimbangan.


Ada juga yang menyebut, mendengar uraian peristiwa yang disusun JPU dapat diperhatikan perbuatan itu ada (terdakwa memukul kucing itu), tetapi tidak dapat dipastikan menjadi penyebab matinya kucing tersebut.


Ada yang mengatakan "Orang yang nyata-nyata dikeroyok, babak belur, tubuh luka-luka, wajah lebam yang diduga akibat pukulan, pelaku mengaku, BB komplit, tetapi oleh penyidik lazimnya mencantumkan hasil Visum et Repertum dalam berkas perkara. Jadi agak aneh rasanya perkara itu terbukti, dengan pembuktian yang sifatnya sumir.


"Kita masih pikir-pikir, apakah menempuh upaya banding atau menerima putusan tersebut. Tergantung terdakwa. Kalau terdakwa bilang banding, kita siap demi mencari kepastian hukum yang hakiki," ujar kuasa hukum terdakwa di Kantin PN Bekasi usai mendengar putusan dibacakan majelis hakim yang dipimpin Beslin Sihombing, Selasa (22/2/2022).

Ikhwal Peristiwa:

Berdasarkan dakwaan, ketika terdakwa hendak membeli obat kepala ke warung, Rabu (5/2/2020), sekira pukul 09.30 Wib, dia melihat kucing buang hajat diteras rumahnya. Niat mengusir dengan memukulkan gagang sapu yang terbuat dari pralon plastik ke tubuh kucing. Pada saat itu tidak langsung mati, sehingga dia pun melanjutkan membeli obat kewarung.


Ternyata, pemilik kucing, warga Jln. Bojong Megah XI Blok F-37 No. 09, RT. 07/RW.017 Kel. Bojong Rawalumbu, Kec. Rawalumbu, Kota Bekasi, Iwan Setiawan melihat  kucingnya mati di dekat teras rumah. Penasaran apa yang terjadi, Iwan Setiawan membuka rekaman CCTV, ternyata, kucing warna hitam yang oleh pemiliknya diberi nama blacky itu terlihat dipukul satu kali oleh tetangga sebelah (terdakwa-Red) dengan gagang sapu yang terbuat dari pralon plastik hingga menggelepar.


Atas tindakan pemukulan kucing tersebut,  antara pemilik kucing, Iwan Setiawan (62) dan istrinya, Tutik Ermiyati (62) bersama putranya, Khaulah Nur Risqiyah (15) dengan Hasudungan Rumapea Alias Oskar (62) telah saling memaafkan, dan berdamai, Senin (17/2/2020). Kesepakatan damai tersebut dituangkan diatas kertas bermaterai cukup, yang intinya tidak akan saling menuntut dikemudian hari. Perdamaian itu disaksikan Ketua RT dan Ketua RW setempat.


Tanggal (6/2/2021) rekaman CCTV tersebut oleh sipemilik kucing disimpan ke computer. Rekaman CCTV itu pun diceritakan kepada Khaula Nuriski Setiawan. Tanggal 13 Februari 2020, oleh Khaula Nuriski Setiawan rekaman CCTV tersebut dijadikan status di istagramnya bernama "lalaqiyy". Tanggal 15 Februari 2020, followers pengikut istagram "lalaqiyy" itu sudah ramai.


Tanggal 17 Februari 2020 sekitar pukul 14.30 Wib, rumah Iwan Setiawan (pemilik kucing-Red) kedatangan tamu yang mengatas namakan komunitas pecinta kucing dan bertemu Khaula Nuriski Setiawan sekedar konfirmasi isi istagram "lalaqiyy".


Tanpa diketahui, atau persetujuan pemilik kucing blacky yang mati itu, atas nama komunitas pecinta kucing, saksi Doni Herdaru Tona pun melaporkan kejadian itu ke Polrestro Bekasi Kota.

 

Namun oleh JPU Kejari Kota Bekasi, Omar Syarif Hidayat, SH,  tidak memperhatikan surat perdamaian itu sebagai asas Restorative Justice "Sisi Humanis Kejaksaan yang Mengedepankan Perdamaian" sebagaimana diamanadkan Peraturan Jaksa Agung RI No.15 tahun 2020 tentang penanganan perkara.


Dengan segala keyakinannya, Kejaksaan Negeri Kota Bekasi akhirnya menuntut terdakwa Hasudungan Rumapea alias Oskar agar majelis hakim PN Kota Bekasi menjatuhkan hukuman 5 bulan penjara, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan. (MA) 


TerPopuler