Tampa Saksi Fakta dan Autopsi Mayat, JPU Yakin Terdakwa Pembunuh Kucing

Tampa Saksi Fakta dan Autopsi Mayat, JPU Yakin Terdakwa Pembunuh Kucing

Sabtu, 08 Januari 2022, 12:05:00 AM

Aneh: Tuntutan Kejaksaan Penjara Selaman 5 Bulan Dikurangi Selama Terdakwa Dalam Tahanan, dengan Perintah Tetap Ditahan, Padahal Status Terdakwa Tidak Ditahan 

Gedung Nucira: Kantor Advokat dan Konsultan Hukum "ONDOBINA" Lt,3 Jln. MT. Hariono Kav. 27 Tebet Timur, Jakarta Selatan

Bekasi, pospublik.co.id – Terdakwa Hasudungan Rumapea Alias Oskar (62) dalam Duplik yang dibacakan PHnya, Bina Impola Sitohang, SH. MH, bersama H. Ichwanul Mustadjib, Safitri, Juharto Harianja, Friadi Sijabat dari kantor Advocat dan Konsultan Hukum ONDOBINA (KAKH-BOB) yang beralamat di Gedung Nucira Lt.3, Jln.MT. Haryono, Kav.27, Tebet Timur, Jakarta Selatan, menyebut, JPU hanya memandang secara yuridis formal/legalistik saja untuk menuntut kliennya 5 bulan penjara.


Tampa saksi fakta, Autopsi atau Visum et Repertum terhadap mayat kucing yang sudah dikubur ujar PH terdakwa dalam dupliknya, JPU meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili  perkara Nomor:625/Pid.B/2021/PN.Bks ini untuk menghukum terdakwa selama 5 bulan penjara.


Menurut penasehat hukum (PH) terdakwa dalam Pledoi maupun Dupliknya, sejak dakwaan dibacakan, kemudian tuntutan, antara penasehat hukum dengan JPU telah terjadi perbedaan pendapat dan sudut  pandang. JPU hanya memandang yuridis formal/legalistic untuk memenjarakan kliennya. Sementara penasehat hukum memandang perkara a-quo secara lebih konfrehensif guna mencari kebenaran yang sejati dengan mempertimbangkan dan mengkombinasikan 3 unsur secara simultan, yakni:Kemamfaatan hukum, Asas keadilan hukum, dan Asas kepastian hukum.


Oleh karena Replik JPU hanya bersifat pengulangan dari sudut subjektifitas sebagaimana tertuang dalam dakwaan maupun tuntutan lanjut penasehat hukum terdakwa dalam Dupliknya, maka tidak perlu ditanggapi lagi. Penasehat hukum dalam dupliknya mengatakan tetap dalam pledoi yang telah dibacakan 23 Desember 2021, dan menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a-quo untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.

Berita Terkait:

https://www.pospublik.co.id/2021/12/kejari-kota-bekasi-dituding-tak.html


Karena sejak awal ujar PH terdakwa dalam dupliknya, JPU hanya memandang secara yuridis formal/legalistik saja untuk niat memenjarakan kliennya, sehingga mengabaikan surat perdamaian antara pemilik kucing dengan terdakwa yang dibuat dihadapan Ketua RT dan RW setempat diatas kertas bermaterai cukup.


Seharusnya ujar PH terdakwa dalam dupliknya, jika JPU memandang kemamfaatan hukum, asas keadilan, perdamaian tersebut akan dijadikan selaras dengan Peraturan Jaksa Agung RI No.15 tahun 2020 tentang Restorative Justice (RJ). "Sisi Humanis Kejaksaan yang Mengedepankan Perdamaian".


JPU dalam tuntutannya yang dibacakan Kamis (9/12/2021) mendalilkan, terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan penganiayaan hewan yang mengakibatkan binatang itu sakit lebih dari seminggu atau cacat atau menderita luka-luka berat atau menyebabkan mati sebagaimana dakwaan ke-1 pasal 406 ayat (2) KUHP, atau dakwaan  Ke-2 pasal 302 ayat (2) KUHP.


Namun fakta dipersidangan uraian Dupilik terdakwa, JPU tidak dapat membuktikan apakah perbuatan terdakwa penyebab tunggal kucing milik saksi Iwan Setiawan itu mati. Tidak ada fakta dipersidangan, atau satu alat bukti pun yang meyakinkan perbuatan terdakwa memukul kucing itu satu kali dengan gagang sapu dari pralon menjadi penyebab tunggal matinya kucing itu.


Dalam Duplik terdakwa yang dibacakan PHnya tersebut, JPU diminta membuktikan hubungan kausalitas antara sesuatu perbuatan dengan akibat yang akan ditimbulkan oleh perbuatan yang dilakukan terdakwa. Dengan demikian akan terang benderang apa sebenarnya yang menimbulkan luka pada hewan atau yang menimbulkan gangguan kesehatan, atau yang menimbulkan matinya hewan itu.


Menurut PH terdakwa, untuk memastikan sebab matinya hewan tersebut, apalagi tidak ada saksi fakta, sejatinya dilakukan pemeriksaan oleh dokter ahli forensik yang akan membantu mengetahui jenis kematian, mengungkap, menjernihkan dengan visum et repertum. Fakta persidangan, tidak pernah dilakukan autopsi maupun visum et Repertum terhadap mayat kucing berwarna hitam tersebut. Sehingga, JPU tidak dapat membuktikan penyebat matinya kucing tersebut.


JPU hanya menyimpulkan dengan pendapat sendiri bahwa penyebab matinya kucing tersebut karena dipukul satu (1) kali menggunakan gagang sapu yang terbuat dari pralon plastic, bukan berdasarkan alat bukti yang sah menurut hukum.


Tidak ada saksi fakta yang melihat kucing itu mati akibat dipukul terdakwa. Rekaman CCTV tersebut hanya petunjuk, bukan alat bukti penyebat kematian. Maka harus dibuktikan, apakah kucing  itu mati akibat satu kali pukul menggunakan gagang sapu dari plastik atau ada penyebab lain.


Namun ujar PH terdakwa, JPU hanya berkeyakinan terhadap CCTV yang tidak memiliki nilai pembuktian. Kemudian menjadikan keterangan saksi-saksi yang hanya melihat dan menonton istagram atas nama "lalaqiyy" menjadi alat bukti, tanpa keseriusan membuktikan penyebab matinya kucing tersebut dengan melakukan Autopsi atau Visum et Repertum.


"Jangan-jangan sebelum dipukul sudah terlebih dahulu makan racun, kita tidak tau," ujar Ketua Tim PH terdakwa, Bina Impola Sitohang.


Kemudian lanjut PH terdakwa dalam Dupliknya, JPU dalam surat Dakwaan dan surat Tuntutan serta Repliknya mengatakan, saksi Doni Herdaru Tona melihat postingan video pemukulan kucing warna hitan milik Iwan Setiawan di Istagram bernama “Lalaqiyy” pada tanggal 13 Februari 2021, tetapi membuat laporan tanggal 18 Februari 2020, ini jelas ngaur dan keliru.

Ikhwal Peristiwa:

Berdasarkan dakwaan, ketika terdakwa hendak membeli obat kepala ke warung, Rabu (5/2/2020), sekira pukul 09.30 Wib dia melihat kucing buang hajat diteras rumahnya, niat mengusir dengan memukulkan gagang sapu yang terbuat dari pralon plastik ke tubuh kucing. Pada saat itu tidak langsung mati, sehingga dia pun melanjutkan membeli obat kewarung. 

Ternyata, pemilik kucing warna hitam, Iwan Setiawan warga Jln. Bojong Megah XI Blok F-37 No. 09, RT. 07/RW.017 Kel. Bojong Rawalumbu, Kec. Rawalumbu, Kota Bekasi, melihat  kucingnya mati di dekat teras rumah. Penasaran apa yang terjadi, Iwan Setiawan membuka rekaman CCTV, ternyata, kucing warna hitam yang oleh pemiliknya diberi nama blacky itu terlihat dipukul satu kali oleh tetangga sebelah (terdakwa-Red) dengan gagang sapu yang terbuat dari pralon plastik hingga menggelepar.


Atas tindakan pemukulan kucing tersebut,  antara pemilik kucing, Iwan Setiawan (62) dan istrinya, Tutik Ermiyati (62) bersama putranya, Khaulah Nur Risqiyah (15) dengan Hasudungan Rumapea Alias Oskar telah saling memaafkan, Senin (17/2/2020), dan kesepakatan damai tersebut dituangkan diatas kertas materai cukup yang intinya tidak akan saling menuntut dikemudian hari. Perdamaian itu disaksikan Ketua RT dan Ketua RW setempat.


Tanggal (6/2/2021) rekaman CCTV tersebut oleh sipemilik kucing disimpan ke computer. Rekaman CCTV itu pun diceritakan kepada Khaula Nuriski Setiawan. Tanggal 13 Februari 2020, oleh Khaula Nuriski Setiawan rekaman CCTV tersebut dijadikan status di istagramnya bernama "lalaqiyy". Tanggal 15 Februari 2020, followers pengikut istagram "lalaqiyy" itu sudah ramai.


Tanggal 17 Februari 2020 sekitar pukul 14.30 Wib, rumah Iwan Setiawan (pemilik kucing-Red) kedatangan tamu yang mengatas namakan komunitas pecinta kucing dan bertemu Khaula Nuriski Setiawan sekedar konfirmasi isi istagram "lalaqiyy".


Tanpa diketahui atau persetujuan pemilik kucing blacky yang mati itu, atas nama komunitas pecinta kucing, saksi Doni Herdaru Tona pun melaporkan kejadian itu ke Polrestro Bekasi Kota.

 

Namun oleh JPU Kejari Kota Bekasi, Omar Syarif Hidayat, SH,  tidak memperhatikan surat perdamaian itu sebagai asas Restorative Justice "Sisi Humanis Kejaksaan yang Mengedepankan Perdamaian" sebagaimana diamanadkan Peraturan Jaksa Agung RI No.15 tahun 2020 tentang penanganan perkara.


Dengan segala keyakinannya, Kejaksaan Negeri Kota Bekasi akhirnya menuntut terdakwa Hasudungan Rumapea alias Oskar agar majelis hakim PN Kota Bekasi menjatuhkan hukuman 5 bulan penjara, dikurangi selama terdakwa dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan, oleh JPU dalam Repliknya mengatakan tetap dalam tuntutan.

JPU Ditegur Majelis Hakim

Kalimat "dikurangi selama terdakwa dalam tahanan, dengan perintah tetap ditahan", menurut majelis hakim jelas keliru karena terdakwa tidak pernah ditahan dan hingga tuntutan dibacakan, terdakwa tidak ditahan, namun dalam Replik, JPU mengatakan tetap pada tuntutan. (MA) 

 


TerPopuler