Oknum Kepsek SMAN Kota Bekasi Diduga Jadi Mafia Pendidikan & Korupsi Dana Sumbangan Awal Tahun

Oknum Kepsek SMAN Kota Bekasi Diduga Jadi Mafia Pendidikan & Korupsi Dana Sumbangan Awal Tahun

Selasa, 25 Mei 2021, 5:17:00 PM
Ekowati, Mantan Kepsek SMAN-2 yang Dimutasi Menjadi Kepsek SMAN-1 Kota Bekasi

Kota Bekasi, pospublik.co.id - Jauh sebelum resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi di sejumlah Sekolah Menengah Atas Negeri Kota Bekasi, Ketua Umum (Ketum) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Terpadu (Master), Arnol, S sudah terlebih dahulu menyerukan melalui mass media agar aparat penegak hukum jemput bola terkait dugaan Tipikor di SMAN tersebut. 
Namum karena seruan itu tidak mampu menarik perhatian yang berkompoten untuk itu, LSM-Master yang berdomisili di Jln. Raya Pondok Hijau No.7, Kec. Bekasi Timur, Kota Bekasi ini akhirnya resmi melaporkan temuan dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tersebut ke Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.
Laporan No.509/LI/DPP/LSM-Master/IX/2020 tentang dugaan Tipikor yang dilengkapi bukti surat berupa, jenis-jenis buku dan daftar harga yang diperjual belikan pihak sekolah, nama siswa yang disebut Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Penarikan Sumbangan Awal Tahun (SAT) Tahun Ajaran (TA) 2020-2021, dan Sumbangan Dana Pendidik (SDP) tetsebut oleh LSM Master resmi didaftarkan tanggal 21 September 2020 dibagian persuratan Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.
Laporan itu menurut LSM Master kepada pospublik.co.id, oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, Sukarman, SH. MH telah didisposisikan kepada Kasi Intelijen, Yadi Cahyadi, SH. Namun oleh Kasi Intel Yadi Cahyadi ujar Arnol, hingga Desember sejak 2 bulan lalu, tidak ada kejelasan. Berulangkali katanya dikonfirmasi perkembangan laporan itu, Kasi Intel Yadi Cahyadi tidak berkenan memberi gambaran proses hukum yang telah dilakukan.
Ketika pospublik.co.id hendak konfirmasi terkait Laporan LSM Master tersebut kepada Kasi Intel Yadi Cahyadi, tidak berhasil. Melalui Whatsapp pospublik minta waktu konfirmasi, tidak direspon Cahyadi. 
Diberitakan Sebelumnya
Arnol menduga terjadi pembiaran dari pemerintah/Penegak hukum terhadap dugaan kejahatan yang dilakukan mafia pendidikan ketika Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran (TA) 2020-2021, khususnya di Kota Bekasi. Mulai dari pemalsuan dokumen siswa/i, Jual beli buku, dan menentukan SAT dan SDP dengan semena-mena.
Pihak sekolah dengan kewenangan yang ada padanya, diduga kuat menentukan sendiri Sumbangan Awal Tahun (SAT), Sumbangan Dana Pendidika (SDP), menjual buku, memalsukan dokumen siswa/I yang orientasinya terindikasi kuat untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, kelompok, atau konforasi dengan dalih UU No.20 tahun 2003, Peraturan Pemerintah (PP) No.48 tahun 2008, Permendikbud No.44 tahun 2012, dan Permendikbud No.75 tahun 2016.
Berita Terkait:
https://www.pospublik.co.id/2020/09/ketua-umum-lsm-master-mengutuk.html
Padahal seperti telah saya sampaikan sebelumnya ujar Arnol, apa pun alasannya, yang namanya sumbangan tidak boleh ditentukan nominalnya dan limit waktu pembayarannya. Bukan seperti yang dilakukan pihak SMA/SMKN di Kota Bekasi, nominalnya ditentukan dan  menyuruh orangtua siswa/i membuat surat pernyataan sanggub bayar diatas kertas bermaterai 6.000,- dan batas jatuh tempo juga ditentukan.
Jika pihak sekolah butuh biaya tambahan ujar Arnol lebih lanjut, maka silahkan koordinasi dengan Komite sekolah agar dilakukan penggalangan dari pihak ketiga, berdasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Bukan menggalang dari orangtua siswa/i.
Berita Terkait:
https://www.pospublik.co.id/2020/09/surat-pernyataan-sanggup-menbayar-sat.html
Penggunaan dana hasil penggalangan tersebut juga ditegaskan dalam Permendikbud No.44/2012 harus dilaporka/diumumkan secara transparan kepada pemangku kepentingan satuan pendidikan.
Maka jika dana yang dihimpun dari orangtua siswa/i tersebut dikatakan sumbangan tegas Arnol, mengapa ditentukan nominal dan jatuh temponya. Sementara yang disebut Sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik,orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jatuh temponya.
Namun untuk SMA/SMK Negeri di Kota Bekasi ujar Ketum LSM-Master ini,  Sumbangan Awal Tahun (SAT) ditentukan dikisaran Rp.3 hingga Rp.4 juta per siswa, dan Sumbangan Dana Pendidikan (SDP) dikisaran Rp.250.000,- hingga Rp.400.000,- per siswa per bulan.
Ironinya cibir dia, masing-masing orangtua siswa diwajibkan membuat pernyataan diatas kertas bermaterai 6.000,- yang isinya sanggub membayar atau mencicil SAT dan SDP tersebut dalam tempo tertentu.
Pihak sekolah nampaknya belum puas hanya sampai disitu menguras pundi-pundi orangtua siswa/I lanjut Arnol, jual beli buku juga nampaknya menjadi proyek raksasa mencari keuntungan pribadi, orang lain, kelompok, korvorasi di lingkungan SMAN/SMKN di Kota Bekasi.
"Jual beli buku di sekolah menurut informasi selalu mengkambing hitamkan Koperasi sekolah, itu jelas tidak boleh. Terkecuali koperasinya independen tidak ada keterlibatan pihak sekolah, seperti susunan pengurus dan keanggotaan," tegasnya.
Dunia pendidikan di Kota Bekasi yang juga diketahui terjadi pemalsuan dokumen siswa normal menjadi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) kecam Arnol merupakan bukti nyata dugaan pembiaran kejahatan di sekolah. Melalui pemberitaan di media sosebanyak 24 orang siswa Normal oleh oknum mafia PPDB tahun ajaran 2020-2021 disulap menjadi ABK.
Menurut Arnol, Fenomena ini menunjukan pengawasan sangat rapuh terhadap dunia pendidikan. "Instrumen pengawasan sangat lemah terhadap dunia pendidikan. Hukum bagaikan macan ompong dimata pengelola pendidikan. Fatanya, fenomena seperti ini hampir membudaya dari tahun ketahun," ujar Arnol.
Arnol menegaskan, yang namanya sumbangan pasti sukarela, ini harus digaris bawahi terlebih dahulu. Maka ketika sumbangan dituangkan diatas surat pernyataan diatas kertas bermaterai 6.000,- jelas sifatnya wajib dibayar walau hingga tujuh turunan.
"Cara-cara seperti ini jelas sebagai bentuk intimidasi, memaksa orang berhutang, karena surat pernyataan itu adalah bentuk perikatan antara pihak pertama (Sekolah) dengan pihak kedua (orangtua siswa) yang jika pihak kedua tidak memenuhi/menyanggupi, maka secara hukum disebut wanprestasi," tegas Arnol.
Berita Terkait:
https://www.pospublik.co.id/2020/09/siswa-normal-diduga-disulap-menjadi.html
Lebih memprihatinkan lagi ujar Arnol, kondisi negeri ini sedang dilanda pandemi Covid-19, tetapi pihak sekolah hanya mementingkan diri sendiri. Masyarakat berharap bansos dari pemerintah karena situasi ekonomi terus melemah, tetapi untuk dunia pendidikan di Kota Bekasi diwajibkan bayar jutaan rupiah hanya belajar sistem DARING.
"Sangat Keterlaluan. Egois dan tidak berperi kemanusiaan, sampai-sampai mewajibkan orangtua siswa membuat surat pernyataan diatas kertas bermaterai Rp.6.000,- Kalau alasan BOS pusat dan BOS Propinsi tidak cukup, itu tidak masuk akal, apalagi saat sekarang semua siswa bejar dirumah secara DARING," tegas Arnol seraya berjanji kala itu akan membawa kasus ini keranah hukum pidana maupun perdata jika aparat penegak hukum tidak jemput bola.
"Memalsukan dokumen Siswa adalah kejahatan luar biasa. Mematerai siswa normal menjadi ABK jelas pelanggaran hukum berat. Apapun alasannya, kalau siswa tersebut memang normal, dan sehat-sehat, bagi mereka yang membuat dokumen siswa itu seolah-olah ABK, harus dituntut secara hukum," tegas Arnol seraya mengutuk dugaan pemalsuan dokumen siswa tersebut.
Berita Terkait:
https://www.pospublik.co.id/2020/09/siswa-normal-diduga-disulap-menjadi.html

Menurut Arnol, jika betul terjadi pemalsuan dokumen, tindakannya tidak hanya berdampak terhadap diterima atau ditolaknya murid baru disekolah tersebut. Tetapi lebih berdampak pada citra dunia pendidikan yang sejak dini telah mengajarkan prilaku buruk, curang dan jahat terhadap generasi penerus bangsa.

Untuk itu lanjut Arnol berpesan, penegak hukum harus segera turun tangan menyikapi dugaan kejahatan itu. Kasus ini bukan delik aduan, tanpa dilaporkan, penyidik seharusnya proaktif melakukan langkah hukum. (Red)

TerPopuler