Oknum Penyidik Diduga Lakukan Kriminalisasi Dilapor KePropam & Kompolnas

Oknum Penyidik Diduga Lakukan Kriminalisasi Dilapor KePropam & Kompolnas

Selasa, 24 Desember 2019, 2:27:00 AM
Dr. Manotar Tampubolon, SH. MA. MH (Tengah Gantung KTA) Bersama Tim Advokat Usai Memberikan Keterangan Sebagai Ahli  Dalam Perkara Gugatan Atas Keputusan Menakertrans RI Di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur, Belum Lama Ini (Foto Inst)
Jakarta, pospublik.co.id - Dr. Manotar Tampubolon, SH. MA, MH advokad pada Lembaga Bantuan Hukum Patriot (LBH-PATRIOT) beralamat di Jakarta, yang dikenal partisipatif terhadap masyarakat korban pelanggaran HAM, melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Polri, dan tindakan Kriminalisasi di Polres Tidore Kepulauan, Polda Maluku Utara, ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Divisi Propam) Mabes Polri di Jakarta. Selain ke Divisi Propam, Manotar juga Melaporkan dugaan Kriminalisasi tersebut kepada Komisi Polisi Nasional RI, masing-masing laporan diterima Bagyanduan 23 Desember 2019 sekitar pukul 13.30 WIB.

Menurut Manotar, langkah ini ditempuh agar Divisi Propam Mabes Polri, dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI bersama-sama mengeksaminasi penyidikan terhadap 2 perkara di Polres Tidore Kepulauan, yakni: Laporan Polisi No:Pol.28/VII/2019/Reskrim tertanggal 9 Juli 2019, atas nama terlapor: Muhammad Sinen yang diketahui selaku Wakil Walikota Tidore Kepulauan, dan Laporan Polisi Nomor: LP/42/X/2019/Malut/Res.Tikep tertanggal 01 Oktober 2019, atas nama terlapor: Aprima Tampubolon.

Visum Et Repertum Hasil Pemeriksaan Kondisi Kesehatan Korban Aprima Tampubolon Akibat Dugaan Pengeroyokan Oknum-Oknum ASN Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, Propinsi Maluku Utara, dan Cuitannya Aprima Tampubolon Di Facebook Penyebab Dirinya dilapor Balik oleh terlapor, Muhammad Sinen yang Kemudian Oleh Oknum Penyidik Polres Tidore Kepulauan, Aprima Tampubolon Ditetapkan Tersabgka
Kedua perkara tersebut menurut Manotar perlu dieksaminasi, dan penyidiknya diperiksa karena diduga kuat telah melakukan diskriminasi dan kriminalisasi terhadap diri kliennya Aprima Tampubolon. Kliennya ditetapkan tersangka dengan tuduhan melanggar UU ITE sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3) UU No.19 tahun 2016 tentang perobahan atas UU No.11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dan atau pasal 311 KUH Pidana. Padahal cuitan Aprima di faceebook hanya curhatan mengenai lambannya kePolisian Resosrt Tidore Kepulauan (Polres-Tikep) menangani laporannya sejak 3 minggu sebelumnya.

Menurut Manotar, Laporan atas dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pasal 170 KUH Pidana tentang pengeroyokan yang diduga dilakukan Wakil Walikota Tidore Kepulauan, Muhammad Sinen dan kawan-kawan terhadap kliennya justru dihentikan penyidikannya oleh Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Doly Heryadi, SIk. MSi. Namun laporan atas tuduhan pelanggaran UU ITE oleh kliennya secara kilat diproses Penyidik.
Kantor Walikota Tidore Kepulauan, Tempat Kejadian Perkara (TKP) Dugaan Pengeroyokan Terhadap Aprima Tampubolon, Tepat Di Lantai 2 Gedung Perkantoran Walikota tersebut, suasana Usai Kejadian (Foto Inst)
Alasan penyidik menerbitkan penetapan penghentian penyidikan lanjut Manotar sangat tidak masuk akal, pertama: menurut penyidik, tidak terekam CCTV, Visum Et Repertum hanya menerangkan: ditemukan kemerahan dileher kiri tidak ada tanda-tanda trauma tumpul/trauma tajam (Memar, Luka Robek/Luka Lecet). Keterangan 15 saksi menurut penyidik tidak ada yang mendukung terjadinya tindak pidana yang dilaporkan kliennya, Aprima Tampubolon.

Padahal berdasarkan bukti-bukti ujar Manotar, misalnya: Hasil pemeriksaan medis berupa visum Et Repertum, korban Aprima Tampubolon mengalami pusing, muntah-muntah, luka dipelipis, memar ditelinga kiri dan kanan bagian bawah. Akibatnya, oleh dokter menyarankan korban harus istirahat untuk beberapa hari.     

Namun oleh penyidik, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Dedy Yudanto, SH. SIk dalam SP2HP menyebut  Laporan Polisi Nomor: Pol.28/VII/2019/Reskrim tertanggal 9 Juli 2019, atas nama terlapor: Muhammad Sinen yang diketahui selaku Wakil Walikota Tidore Kepulauan, yang diduga melakukan pemukulan dan pengeroyokan dilantai 2 Kantor Walikota Tidore Kepulauan dihentikan penyidikannya.

Sementara Laporan Polisi Nomor: LP/42/X/2019/Malut/Res.Tikep, tertanggal 01 Oktober 2019, atas nama terlapor: Aprima Tampubolon oleh penyidik diproses secara kilat. Kemudian, Penyidik segera menerbitkan Surat perintah penyidikan No.SP.Sidik/37a/XI/2019 reskrim tertanggal 18 November 2019, dan SPDP No.SPDP/30/XI/2019 tanggal 21 November 2019, berikut surat No.B/149/XII/2019/Reskrim, tentang pemberitahuan pemeriksaan saksi Aprima Tampubolon menjadi tersangka. 
Bukti Penerimaan Laporan Di Divisi Propan Mabes Polri dan Kompolnas Dugaan Kriminalisasi Oleh Penyidik Polrestro Tidore Kepulauan, Propinsi Maluku Utara Kepada Korban Aprima Tampubolon
Proses penyidikan oleh Polres Tidore Kepulauan ini menurut Manotar perlu dieksaminasi dan penyidiknya diperiksa karena kuat dugaan terjadi diskriminasi dan krimilasisasi terhadap seseorang korban dijadikan tersangka.

Menurut Dr. Manotar, awalnya kliennya, Aprima Tampubolon (korban), warga, Kel. Dokiri, Kec. Tidore Selatan, Kota Tidore Kepulauan, Propinsi Maluku Utara mendatangi Kantor Walikota Tikep, didampingi anaknya, untuk menindak lanjuti pengaduannya terkait banjir yang  melanda lingkungan tempat tinggalnya, yang semula sudah dilaporkannya ke Kelurahan, Kecamatan, dan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Namun sesampainya di Kantor Walikota, Aprima, sesuai arahan Asisten Daerah (Asda), dirinya disarankan menunggu Wali Kota. Selang beberapa waktu menunggu, dia melihat Wali Kota sedang tidak sibuk, diapun beranjak hendak menemui Wali Kota. Tapi, pengawal Wali Kota menghadang dengan kasar sambil mendorongkan tangannya ke leher Aprima. Kemudian beberapa orang ASN menghampiri Aprima hingga terjadi cekcok mulut. Tersulut emosi, diantara ASN melontarkan kata makian sambil menyebut Aprima binatang, karena menurut ASN tersebut Aprima tidak menghargai pimpinannya.
Mendengar perkataan salah satu ASN yang mengatakan binatang, Aprima kemudian balas mengatakan bahwa ASN itu yang binatang. Suasana semakin ricuh, berujung pada aksi pemukulan, dimana Aprima dipukuli oleh sejumlah ASN yang mengerubutinya. Melihat ayahnya dipukuli, anak korban bersembunyi dibawah kursi ketakutan, dan akhirnya kehilangan handphonenya.
Tidak sanggup bertahan, Aprima berusaha meninggalkan kerubutan ASN Kantor Wali Kota tersebut, dia sedikit berlari menuju Kantor Polisi dan sekaligus membuat laporan tindak pidana pengeroyokan yang dialaminya. 
Tunggu punya tunggu, laporannya tidak kunjung dilanjutkan oleh Polisi. Karena kecewa, Aprima menuangkan kekecewaannya di media sosial (Medsos). Kemudian, seiring waktu berjalan, laporannya dihentikan oleh Polisi dengan alasan kurang bukti. Terakhir, keadaan berbalik, Aprima diduga dikriminalisasi menjadi tersangka, hanya karena cuitan lewat curhatan di media sosial.
Atas Peristiwa ini, Dr. Manotar Tampubolon, SH. MA. MH selaku Penasehat Hukum (PH) Aprima, terpaksa melaporkan tindakan penyidik tersebut ke Divisi Propam Mabes Polri dan ke Kompolnas RI agar bersama-sama mengeksaminasi perkara tersebut dan memeriksa penyidik yang diduga kuat melakukan diskriminasi dan kriminalisasi tersebut.
Menurut Manotar, Aprima adalah salah satu bentuk kriminalisasi yang dilakukan Polisi. Bagaimana sebuah cuitan di media sosial begitu cepat ditindak lanjuti Polisi, sedangkan laporan penganiayaan yang diderita kliennya malah dihentikan dengan alasan kurang bukti. "Ini Merupakan Kasus Pelanggaran HAM. ASN tidak sepantasnya mengeroyok masyarakat hanya karena menuntut haknya yang menjadi kewajiban pemerintah. Terkecuali dia anarkis," tegas Manotar mengakhiri. (Mars)



TerPopuler