Pelayanan Bapenda Disorot: Dugaan Penguluran SPPT dan Indikasi Kepentingan Kelompok Tertentu ‎

Pelayanan Bapenda Disorot: Dugaan Penguluran SPPT dan Indikasi Kepentingan Kelompok Tertentu ‎

Selasa, 16 Desember 2025, 12:46:00 AM
Kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Bekasi, Iwan Ridwan, (doc.net)
‎Bekasi, pospublik.co.id - Pelayanan publik di lingkungan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) kembali menuai sorotan. 

‎Sejumlah warga mengeluhkan lambannya proses penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atas objek tanah yang secara administratif telah dinyatakan lengkap dan sah oleh instansi berwenang.

‎Ironisnya, meskipun Kepala Bidang dan Kepala Seksi Pendataan Bapenda telah menyatakan bahwa seluruh persyaratan permohonan SPPT telah terpenuhi, proses penerbitan justru tak kunjung diselesaikan. Pengurusan berkas dinilai mengalami penguluran dengan alasan-alasan yang dianggap tidak relevan serta tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

‎Berdasarkan penelusuran, Kepala Bapenda bahkan disebut memberikan arahan agar pemohon kembali meminta surat pernyataan dari Desa Wanasari. Padahal, objek tanah yang dimohonkan SPPT berada di wilayah Desa Muktiwari dan tidak memiliki keterkaitan administratif maupun yuridis dengan Desa Wanasari. Permintaan tersebut dinilai keliru dan berpotensi menjadi bentuk penghambatan pelayanan publik.

‎Sebelumnya, Camat, Kepala Desa setempat, Bidang Aset, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah secara resmi menerbitkan surat dan dokumen yang menegaskan bahwa objek tanah dimaksud bukan merupakan Tanah Kas Desa (TKD). Namun demikian, fakta dan dokumen resmi tersebut terkesan diabaikan dalam proses pelayanan di Bapenda.

‎Kondisi ini memunculkan dugaan kuat adanya penguluran yang disengaja, sekaligus indikasi bahwa pelayanan publik tidak lagi berorientasi pada kepentingan masyarakat, melainkan pada kepentingan kelompok atau oknum tertentu. 

‎Pola penghambatan administratif semacam ini kerap dikaitkan dengan praktik mafia tanah, di mana prosedur birokrasi dimanfaatkan sebagai alat untuk mengendalikan atau menekan status hukum suatu objek tanah.

‎Masyarakat menilai tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip pelayanan publik yang cepat, transparan, dan berkeadilan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

‎Menanggapi sorotan tersebut, Iwan selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menyampaikan tanggapan resmi secara tertulis melalui pesan WhatsApp. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah bermaksud menunda ataupun mengulur waktu pelayanan.

‎“Kami dalam pelayan publik bukan menunda atau mengulur waktu, tapi masalah tanah ini perlu kehati-hatian, jangan sampai nanti terjadi hilang aset daerah/negara jika asal-usulnya belum jelas. Makanya kami minta yang mengaku itu aset kelurahan agar buat surat pernyataan di atas materai dan surat pencatatan aset sah dari Kelurahan Wanasari. Kalau memang gak ada, itu kan bisa diselesaikan,” jelasnya.

‎Lebih lanjut, Iwan menegaskan tidak adanya kepentingan pribadi dalam penanganan perkara tersebut.

‎“Kami tidak ada kepentingan pribadi di situ.”

‎Ia juga meminta agar media dan publik melihat persoalan ini secara berimbang dan objektif.

‎“Saya mohon media atau pers juga melihat permasalahan ini dengan berimbang, dan kebaikan semuanya.”

‎Terkait perbedaan pandangan mengenai status objek tanah, ia menilai hal tersebut sebagai sudut pandang masing-masing pihak, seraya menekankan kewajiban kehati-hatian aparatur.

‎“Itu kan menurut Anda, tadi saya sampaikan kami harus hati-hati, jika terjadi kehilangan aset, kami juga yang akan bermasalah."

‎Menurutnya, karakter persoalan tersebut memiliki kemiripan dengan permasalahan sengketa, sehingga tidak dapat diproses dengan kerangka waktu yang sama seperti permohonan administrasi pada umumnya.

‎“Masalah ini hampir sama dengan persengketaan, jadi waktunya berbeda dengan yang biasa.”

‎Ia juga menambahkan bahwa kehati-hatian Bapenda dilatarbelakangi adanya dugaan status tanah yang dikaitkan dengan aset kelurahan.

‎“Ada dugaan itu tanah kas desa yang beralih jadi Kelurahan Wanasari, makanya Bapenda hati-hati dalam prosesnya.”

‎Sementara itu, pemohon SPPT menyampaikan keberatan atas pernyataan Bapenda. Pemohon menilai bahwa dugaan status tanah sebagai Tanah Kas Desa (TKD) yang disebutkan Bapenda lebih bersifat opini karena tidak didukung oleh bukti yang kuat.

‎Pemohon menegaskan bahwa secara administratif dan yuridis, status tanah tersebut telah memperoleh kejelasan dari instansi yang memiliki kewenangan.

‎“Kami menilai pernyataan tersebut lebih merupakan opini, karena bukti atas dugaan itu sangat minim. Bahkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai instansi yang memiliki kewenangan telah secara resmi menyurati Dispenda dan menegaskan bahwa tanah tersebut bukan Tanah Kas Desa,” ujar pemohon.

‎Menurut pemohon, surat resmi dari BPN, ditambah dengan dokumen dari Camat, Kepala Desa setempat, serta Bidang Aset, seharusnya menjadi dasar yang cukup bagi Bapenda untuk memproses penerbitan SPPT tanpa menambah persyaratan di luar ketentuan.

‎“Jika seluruh instansi berwenang sudah menyatakan bukan TKD, maka penambahan syarat lain justru menimbulkan kesan penguluran dan ketidakpastian pelayanan,” tambahnya.

‎Lebih jauh, sikap pimpinan Bapenda yang tetap memperpanjang proses meskipun jajarannya telah menyatakan berkas lengkap menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

‎Atas persoalan ini, masyarakat secara terbuka meminta Sekretaris Daerah (Sekda) selaku pembina Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pengendali kinerja perangkat daerah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Bapenda, khususnya terhadap pimpinan yang diduga melakukan pembiaran, penguluran, serta praktik pelayanan yang tidak profesional.

‎Langkah evaluasi dinilai penting guna mencegah terciptanya preseden buruk, di mana pelayanan publik dijadikan alat kepentingan segelintir pihak sementara hak-hak masyarakat dikorbankan. 

‎Apabila dibiarkan, praktik semacam ini tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah, tetapi juga membuka ruang terjadinya penyalahgunaan wewenang dan konflik kepentingan dalam tubuh birokrasi.

‎Masyarakat berharap Sekda tidak tinggal diam dan segera mengambil langkah tegas demi memastikan Bapenda kembali pada fungsi utamanya sebagai pelayan masyarakat, bukan sebagai instrumen kepentingan kelompok tertentu.


Dedy.

TerPopuler