Dugaan Tipikor Diskominfosantik Pemkab Bekasi Dilaporkan Ke Kejati Jabar

Dugaan Tipikor Diskominfosantik Pemkab Bekasi Dilaporkan Ke Kejati Jabar

Minggu, 04 Oktober 2020, 10:23:00 PM
Kantor Kejati Jabar (doc.net)


POSPUBLIK
- Dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bekasi di Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik (Diskominfosantik) tahun 2019 dilaporkan secara resmi ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar). Laporan informasi dugaan Tipikor dengan Nomor: 989/LI/DPP/LSM-MASTER/KEJATI JABAR/X/2020, tertanggal 1 Oktober 2020 disampaikan langsung oleh Ketua LSM Masyarakat Terpadu (Master), Arnold, pekan lalu. 


Menurut Arnold dalam laporannya, bahwa berdasarkan hasil investigasi, data dan informasi yang pihaknya dapatkan diduga telah terjadi tindak pidana korupsi dengan memanipulasi laporan penggunaan anggaran tahun 2019. “Kuat indikasi adanya tindak pidana korupsi dalam pengelolaan anggaran di Diskominfosantik Pemkab Bekasi pada tahun 2019. Oleh karena itu kita serahkan kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk melakukan pengusutan sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan bukti yang ada, kami yakin penyidik dapat menetapkan pihak-pihak yang harus bertanggung jawab dengan potensi kerugian keuangan daerah,” ujar Arnold kepada awak media, Sabtu (3/10).

     

Arnold menjelaskan, bahwa berdasarkan penjabaran APBD tahun 2019, Pemkab Bekasi mengalokasikan anggaran ke Diskominfosantik sebesar Rp40.359.357.543. “Terjadi perubahan angggaran dengan penambahan yang signifikan, yaitu sebesar Rp14.299.807.630,” ujarnya.


Penambahan anggaran yang signifikan, lanjut Arnold, terdapat pada beberapa kegiatan sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran Perubahan, antara lain; Peningkatan Sarana dan Prasarana Perangkat Aktif Data Center sebelum perubahan sebesar Rp2.000.000.000, dan setelah perubahan sebesar Rp6.118.401.603. Kemudian Peningkatan Sarana dan Prasarana Internet sebelum perubahan sebesar Rp2.000.000.000,- dan setelah perubahan sebesar Rp5.000.000.000.


Selanjutnya adalah Pengadaan Jasa Analisa System Dan Programer sebelun perubahan sebesar Rp750.000.000 dan setelah perubahan sebesar Rp1.250.000.000. Pengembangan Pemasangan CCTV di Ruang Publik sebelum perubahan sebesar Rp1.000.000.000, setelah perbahan sebesar Rp1.200.000.000. Fasilitas Pengadaan Call Center 112 Kabupaten Bekasi sebelum perubahan sebesar Rp50.000.000 dan setelah perubahan sebesar Rp 1.000.000.000.


Kegiatan lainnya adalah Revitalisasi Perangkat Aktif Backbone sebelum perubahan sebesar Rp0, setelah perubahan sebesar Rp600.000.000. Pembangunan Ruang Server sebelum perubahan sebesar Rp0,- setelah perubahan sebesar Rp400.000.000. Pengadaan Aplikasi Pendamping Revitalisasi BOS sebelum perubahan sebesar Rp. 0,- setelah perubahan sebesar Rp250.000.000.


“Kejanggalan berindikasi korupsi juga kami temukan pada penarikan jaringan Fiber Optik (FO) sebesar Rp1.150.000.000 dan peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur E- Kinerja sebesar Rp5.350.000.000,” kata Arnold.


Lebih jauh Arnold mengatakan, beberapa kegiatan Diskominfosantik tersebut tidak ditemukan atau ditayangkan dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) sebesar Rp34.748.402.000, sementara dalam LKPJ Bupati 2019 terdapat sebesar Rp44.206.416.000. “Kesimpulannya adalah terdapat sebesar Rp9.458.041.000 yang tidak ditayangkan dalam RUP Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik Kabupaten Bekasi. Padahal dalam Perpres Nomor 4 Tahun 2015 Tahun 2010, menyatakan wajib menayangkan Rencana Umum Pengadaan. Demikian juga ditegaskan dalam Intruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang percepatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah yang mengintruksikan penyelesaian RUP tahun anggaran berikutnya sebelum berakhirnya tahun anggaran berjalan secara transparan, cermat dan akuntabel sesuai peraturan perundang undangan,” katanya.


Arnold menambahkan, ketidaktransparan Diskominfosantik dalam pelaksanaan pekerjaan, mengakibatkan masyarakat kesulitan dalam mengakses hasil pekerjaan. “Kami telah melakukan investigasi, akan tetapi beberapa pekerjaan tidak ditemukan. Khusus pada pekerjaan peningkatan sarana prasarana, jaringan fiber optic pada sekolah maupun kecamatan kurang berfungsi, padahal sudah menelan anggaran hingga satu miliar lebih,” tambahnya.


Aktivis anti korupsi tersebut juga menyampaikan bahwa sesuai informasi yang pihaknya terima bahwa pemasangan CCTV dengan harga tertinggi sebesar Rp2.657.000. Sementara pemasangan CCTV untuk Kabupaten Bekasi menelan anggaran Rp1.200.000.000. “Kami juga menerima informasi bahwa perusahaan yang mengerjakan kegiatan sebagaimana saya sebutkan tadi adalah oknum pejabat Diskominfosantik,” ungkapnya.


Dalam menyampaikan laporannya kepada pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Arnold, mengaku melampirkan sejumlah data pendukung, seperti; foto copy rencana kerja anggaran perubahan tahun 2019, foto copy rancangan anggaran umum Diskominfosantik tahun 2019 dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Bekasi Tahun 2019. 


“Atas informasi yang kami sampaikan, kami berharap mendapatkan tanggapan serius dari Kejati Jabar sebagaimana amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Langkah hukum ini juga sebagai upaya pemberantasan korupsi dan memberi efek jera kepada para oknum Pejabat di Pemkab Bekasi yang masih gemar menggerogoti uang rakyat,” pungkasnya. (R-01)

TerPopuler