![]() |
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi (doc,net) |
Bekasi, pospublik.co.id – Polemik penggunaan anggaran persampahan senilai Rp56 miliar di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi terus berlanjut. Setelah LSM MASTER melaporkan dugaan penyimpangan ke Tipikor Polda Metro Jaya, kini DLH Bekasi mencoba memberikan klarifikasi. Namun, klarifikasi tersebut dianggap tidak menjawab inti persoalan.
Kasus ini bermula dari temuan LSM MASTER atas ketidaksesuaian antara laporan anggaran dengan kondisi lapangan di beberapa UPTD Pengelolaan Persampahan Wilayah I–VI serta PSA Burangkeng.
Dalam laporan yang telah dimuat pospublik.co.id pada 6 Oktober 2025, LSM MASTER menyebut adanya indikasi kegiatan fiktif, mark-up, serta penunjukan langsung yang tidak transparan.
“Anggaran sebesar Rp56 miliar itu tidak sebanding dengan hasilnya di lapangan. Sampah masih menumpuk, armada minim, dan TPS banyak yang tak berfungsi. Publik berhak tahu ke mana uang itu digunakan,” tegas Arnol S, Ketua LSM MASTER.
Menanggapi pemberitaan tersebut, Humas DLH Kabupaten Bekasi mengirim surat klarifikasi resmi bernomor 941/DLH/X/2025 tertanggal 7 Oktober 2025.
Dalam surat itu, DLH menyebut pemberitaan LSM MASTER tidak disertai bukti data dan menuding pelapor tidak mematuhi kode etik jurnalistik.
DLH juga mengklaim telah melakukan mediasi secara lisan dengan pihak LSM MASTER di salah satu tempat umum pada 3 Oktober 2025, serta menilai pelayanan persampahan telah berjalan baik berdasarkan aspek sosial, keuangan, aturan, dan kinerja organisasi.
Namun, klarifikasi tersebut dinilai kabur karena tidak menyertakan penjelasan faktual terkait penggunaan anggaran, data realisasi kegiatan, maupun bukti lapangan yang diminta oleh LSM MASTER.
“Mereka hanya bicara etika pers dan pertemuan lisan di warung kopi. Tidak satu pun menjawab substansi dugaan penyimpangan. Ini bukan klarifikasi, tapi pembelaan tanpa data,” ujar Arnol menanggapi surat DLH tersebut.
Melalui surat tanggapan resminya, LSM MASTER menegaskan bahwa klarifikasi secara lisan tidak sah secara hukum administrasi.
LSM juga mengingatkan bahwa kewajiban membuka data publik ada pada pengguna anggaran (DLH), bukan pelapor.
“Kami sudah menyertakan hasil investigasi lapangan dan dasar hukum dalam surat awal. Kalau DLH merasa data kami tidak lengkap, seharusnya mereka membuka dokumen realisasi resmi. Jangan ngeles,” tulis LSM MASTER dalam tanggapannya.
Pihak LSM juga mengutip dasar hukum yang mempertegas kewajiban transparansi pemerintah:
- UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
- UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
- serta prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan APBD
Sebagai tindak lanjut, LSM MASTER telah melaporkan dugaan penyimpangan tersebut ke Direktorat Tipikor Polda Metro Jaya, dengan Nomor Laporan: 1972/LI/POLDA/DPP/LSM-MASTER/X/2025.
Laporan ini kini tengah dalam proses tindak lanjut oleh penyidik. LSM juga mendorong agar BPKP Jawa Barat dilibatkan untuk melakukan audit investigatif independen terhadap penggunaan dana persampahan tersebut.
“Kami menghormati hak jawab DLH, tapi proses hukum tetap berjalan. Biarlah penyidik dan auditor independen menilai kebenarannya,” kata Arnol menegaskan.
Dalam konteks ini, LSM MASTER juga menyerukan agar Polda Metro Jaya bertindak profesional dan serius dalam menangani laporan dugaan penyimpangan tersebut.
Menurut mereka, kasus ini bukan sekadar soal maladministrasi, tetapi menyangkut akuntabilitas penggunaan uang rakyat yang harus dijaga dengan tegas.
“Kami percaya Polda Metro Jaya mampu menunjukkan integritasnya dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Jangan biarkan kasus seperti ini tenggelam oleh klarifikasi normatif,” ujar Arnol dalam pernyataannya kepada pospublik.co.id.
Pihak LSM juga menegaskan bahwa publik Bekasi menunggu hasil nyata dari penyelidikan aparat, sebagai bukti bahwa hukum benar-benar bekerja melindungi kepentingan.
Dalam pernyataannya, LSM MASTER menegaskan komitmen untuk menjalankan fungsi kontrol sosial berdasarkan:
- UU Nomor 17 Tahun 2013 jo. UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan
- UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan
- Prinsip Good Governance (transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik)
“Kami tidak mencari sensasi. Kami menagih transparansi. Ini uang rakyat, bukan uang pribadi. Kalau memang tak ada penyimpangan, buktikan dengan data,” tutup Arnol
(Redaksi)