Jawaban Normatif Dinsos Bekasi Soal PMKS: Publik Geram, Aktivis Anak Soroti Pembiaran

Jawaban Normatif Dinsos Bekasi Soal PMKS: Publik Geram, Aktivis Anak Soroti Pembiaran

Minggu, 28 September 2025, 6:33:00 PM
PMKS (doc,net)

Bekasi, pospublik.co.id – Maraknya pengemis, anak jalanan, dan eksploitasi anak di Kabupaten Bekasi kembali memicu kegeraman publik. Setelah Media Pos Publik melayangkan surat klarifikasi resmi pada 17 September 2025, Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bekasi akhirnya memberikan jawaban pada 23 September 2025. Namun, alih-alih menjawab substansi, jawaban tersebut dinilai hanya normatif dan sekadar basa-basi birokrasi.


Fenomena memilukan ini terlihat setiap hari: balita digendong untuk mengemis, anak disabilitas dimanfaatkan demi belas kasihan, hingga kelompok anak punk mengamen di perempatan jalan. Ironisnya, praktik tersebut bahkan berlangsung bebas di kawasan Pemkab Bekasi, di mana pengemis bisa meminta uang seenaknya dan pejabat terlihat memberi uang secara langsung.


Namun jawaban Dinsos hanya menyebut bahwa mereka tidak punya kewenangan hukum dan sebatas melakukan koordinasi dengan aparat. Bagi publik, alasan ini tidak masuk akal—sebab eksploitasi anak jelas merupakan tindak pidana serius dengan ancaman penjara hingga 10 tahun.



Berdasarkan LKPJ 2024, Dinsos mengelola anggaran Rp 4,25 miliar untuk program rehabilitasi sosial, dengan realisasi 91 persen. Meski anggaran besar sudah digelontorkan, jumlah pengemis dan anak jalanan di Bekasi justru semakin banyak.


Publik pun bertanya-tanya: untuk apa miliaran rupiah uang rakyat dihabiskan jika tidak ada perubahan nyata di lapangan?


Aktivis Anak: Pemerintah Daerah Membiarkan Kejahatan


Aktivis dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Febry , menilai jawaban Dinsos sama sekali tidak menjawab persoalan utama.


“Eksploitasi anak itu bukan sekadar masalah sosial, tapi kejahatan serius. Kalau Dinsos hanya berkilah soal kewenangan, berarti pemerintah daerah membiarkan anak-anak terus menjadi korban. Anggaran miliaran rupiah seharusnya dipakai untuk menyelamatkan mereka, bukan sekadar laporan di atas kertas,” tegasnya.


Dinsos memang mengklaim sudah transparan karena laporan masuk dalam sistem nasional. Namun kenyataannya, masyarakat tidak bisa mengakses data resmi jumlah pengemis, anak jalanan, maupun hasil nyata dari program pembinaan. Padahal, data tersebut termasuk informasi publik wajib menurut UU No. 14 Tahun 2008.


Selama pemerintah daerah tidak mampu menunjukkan hasil nyata dari programnya, publik akan terus mempertanyakan keseriusan Pemkab Bekasi dalam melindungi rakyat kecil—terutama anak-anak yang menjadi korban eksploitasi 

(Redaksi)

TerPopuler