Tujuh Lurah Jadi Saksi Pemotongan Tunjangan ASN Pemkot Bekasi

Tujuh Lurah Jadi Saksi Pemotongan Tunjangan ASN Pemkot Bekasi

Senin, 24 Januari 2022, 7:30:00 PM
Rahmat Effendi

Jakarta, pospublik.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi yang akrab disapa Pepen ini, diduga kuat memotong tunjangan para Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. Berdasarkan temuan awal KPK, nominal uang dari praktik tersebut disinyalir lebih dari Rp600 juta per bulan.


"Pepen diduga melakukan pemotongan tunjangan para ASN di Pemkot Bekasi. Temuan awal KPK saat OTT Rp.600 juta yang merupakan sisa potongan tunjangan tersebut," ujar Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Senin (24/1) sebagaimana dikutip dari CNN Indonesis. 

Juru bicara KPK menyampaikan, tim penyidik KPK sedang mendalami jumlah total potongan uang tunjangan ASN tersebut berikut penggunaannya oleh Pepen. Mendalami materi, termasuk juga menggali awal mula praktik itu dilakukan.

Dalam proses penyidikan kemarin ujar Ali Fikri, KPK sudah memeriksa tujuh Lurah di Pemerintahan Kota Bekasi. Karena tunjangan para lurah termasuk yang dipotong oleh Pepen.

Adapun tujuh lurah dimaksud ialah:
Lurah Kranji, Akbar Juliando; Lurah Durenjaya, Predi Tridiansah; Lurah Bekasijaya, Ngadino; Lurah Arenjaya, Pra Fitria Angelia; Lurah Telukpucung, Djunaidi Abdillah; Lurah Perwira, Isma Yusliyanti; dan Lurah Kaliabang Tengah, Ahmad Hidayat.

"Penggunaan uang akan didalami lebih lanjut. Jumlah total juga masih terus dikonfirmasi pada saksi-saksi," ujar Ali.

KPK menetapkan Rahmat Effendi alias Pepen bersama 8 orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan, serta pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi.

Dari ketiga kasus itu lanjut Ali Fikri, Pepen diduga menerima lebih dari Rp.7,1 miliar. Saat ini, seluruh tersangka sudah ditahan KPK.

Untuk mempertanggung-jawabkan perbuatan itu, Pepen dijerat dengan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (f) serta Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Pasal tersebut berbunyi, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).  (Gus/MA) 

TerPopuler