Efek Jera, Putusan Hakim Kasasi Melipat Gandakan Putusan PN Jakpus

Efek Jera, Putusan Hakim Kasasi Melipat Gandakan Putusan PN Jakpus

Kamis, 16 Desember 2021, 11:38:00 PM

Gedung Mahkamah Agung RI

Jakarta, pospublik.co.id - Majelis Hakim Kasasi (MHK) Mahkamah Agung (MA) RI melipatgandakan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas hukuman terdakwa Inportir Tekstil, Drs. Irianto, dari 3 tahun menjadi 10 tahun penjara. 


Irianto selaku Direktur PT. Peter Garmindo Prima menyuap petugas Bea dan Cukai untuk memuluskan  Inport Tekstil miliknya masuk ke Indonesia dari Negara Cina. Akibat perbuatannya, tekstil membanjiri Indonesia hingga menimbulkan kerugian negara mencapai Ro 1,6 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono Menyampaikan Keterangan Pers Tentang Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Kewenangan Inportasi Tekstil Ditjen Bea dan Cukai Tahun 2018 - 2020

Kasus inport ini terjadi  antara tahun 2018-2020. Irianto menyuap Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan Bea dan Cukai (PFPBC) Batam, Mokhammad Mukhlas dkk. Karena disuap, petugas akhirnya membiarkan tekstil melebihi jumlah yang ditentukan dalam Persetujuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (PI-TPT).

Sebelum tekstil impor memasuki Kawasan Bebas Batam (Free Trade Zone), komplotan ini mengubah dan memperkecil data angka (kuantitas) yang tertera dalam dokumen packing list dengan besaran 25-30 persen.

PN Jakpus akhirnya menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara kepada Irianto. Hukuman itu dikuatkan di tingkat banding. Jaksa yang menuntut 8 tahun penjara tidak terima dan mengajukan kasasi.

BAGAIMANA MENURUT MA?

Permohonan Kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Jakarta Pusat oleh Hakim Kasasi diterima, dan hukuman terdakwa dilipat gandakan.

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) Tahun dan denda sebesar Rp.200.000.000, subsidaer 4 bulan kurungan. (Jika denda tidak dibayar,  maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan," kata juru bicara MA, Andi Samsan Nganro kepada wartawan, Jumat (17/12/2021).

Bertindak untuk memeriksa perkara ini, Ketua Majelis Hakim, Sofyan Sitompul, dibantu hakim anggota, Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani.

Majelis Hakim Kasasi sependapat menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana KORUPSI secara bersama-sama sebagaimana didakwakan Jaksa PU dalam dakwaan Kesatu Primair, yakni:Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dan dakwaan Kedua Pasal 5 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pertimbangan memberatkan ujar juru bicara MA, Terdakwa memberikan sejumlah uang sebagai suap kepada Mohamad Mukhlas, Hariyonadi Wibowo, Dedi Aldrian dan Kamar Siregar, yang bertugas sebagai Pejabat Bea dan Cukai pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe-B Batam.

Memberikan uang tujuannya agar oknum-oknum Pejabat Bea dan Cukai tersebut tudak melaksanakan kewenangan yang dimiliki dalam mengawasi lalu lintas barang impor, dalam hal ini tekstil. Terdakwa Irianto memberi uang sebesar Rp 5.000.000 per/kontainer tekstil impor kepada Pejabat Bea Cukai Batam tersebut. Total yang digelontorkan untuk mempengaruhi oknum-oknum pejabat Bea dan Cukai tersebut senilai Rp.1.950.000.000 dari 390 kontainer tekstil impor.

Menurut Jubir MA, terdakwa Drs. Irianto rela merogo koceknya hingga miliaran rupiah untuk menyuap oknum pejabat Bea dan Cukai Kepabeanan Batam untuk mendapat keuntungan yang lebih besar.

Terdakwa mengimpor tekstil dari negara China melalui kawasan Bebas Batam ke Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta. Akibat perbuatan terdakwa dan oknum-oknum pejabat Bea dan Cukai Kepabenan Batam tersebut, maka tekstil China membanjiri Indonesia.

Pertimbangan Hakim Kasasi dalam perkara in casu lanjut juru bicara MA, akibat perbuatan para terdakwa Negara menderita kerugian sebesar Rp.1.646.216.880.000,- dikaitkan pula dengan SEMA Nomor 3 Tahun 2018, maka kepada Terdakwa lebih tepat dikenakan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUPTPK. 

Angka Rp.1,6 triliun di atas ujar Andi, berdasarkan Naskah Analisis Perhitungan Kerugian Perekonomian Negara Tindak Pidana Korupsi dalam Importasi Tekstil pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun 2018 sampai dengan tahun 2020 oleh Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada tertanggal 1 Agustus 2020.

Menjawab pertanyaan wartawan terkait putusan MA terhadap terdakwa Mokhammad Mukhlas yang oleh PN dihukum 5 tahun penjara, namun oleh Hakim Kasasi disunat menjadi 4 tahun penjara.

Juru bicara MA menyebut, putusan tersebut dikurangi karena Pasal yang terbukti adalah Pasal 5 Ayat (2) UU Tipikor yang ancaman maksimalnya 5 tahun. Maka apabila judex facti Pengadilan Tinggi menjatuhkan pidana badan yang maksimal seharusnya judex facti mempertimbangkan bahwa keadaan yang meringankan tidak ada atau tidak ditemukan.

"Karena putusan judex facti Pengadilan Tinggi tidak mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan keadaan yang meringankan, maka putusan judex facti Pengadilan Tinggi menjadi kurang pertimbangan (onvoldoende gemotiverd)," ujar juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro kepada wartawan. (MA) 









TerPopuler