"Putusan Majelis Hakim Dapat Menimbulkan Kerugian Konsumen 2x Lipat"

"Putusan Majelis Hakim Dapat Menimbulkan Kerugian Konsumen 2x Lipat"

Rabu, 29 September 2021, 6:30:00 PM

Rp.30 Miliar Uang Konsumen yang Seharusnya Menjadi BPHTB Digelapkan. Developer Didudukan Majelis Hakim Sebagai Pihak yang Dirugikan. Lalu Siapa yang bertanggung-jawab atas BPHTB yang Digelapkan  Karyawan dan Notaris perusahaan Tersebut ke Kas Negara ? 

Ket Foto: Sebelah Kiri (baju biru), Terdakwa Mantri Adietia, Sebelah Kanan (baju orange) Terdakwa Laksana Setiawan, S, dan Wanita Baju Putih, Terdakwa Notaris, Rita Sari Dewi Latanna, SH. M.Kn, Tengah, Pengacara Terdakwa, dan Paling Ujung Majelis Hakim, Detik-Detik Pemeriksaan Saksi. (Foto/PP)

Bekasi, pospublik.co.id – Pernyataan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi, Syofia Marlianti Tambunan, SH. MH yang menyebut ada isu majelis hakim dapat rumah dan uang miliaran rupiah dari PT. Cipta Sedayu Indah (PT. CSI) dalam sidang terbuka untuk umum, Selasa (03/08), nampaknya terjawab sudah dengan berakhirnya pembacaan putusan perkara splitsing nomor:472, 473, dan 474/Pid.B/2021/PN.Bks, atas nama terdakwa, Mantri Aditeia, dan Laksana Setiawan Sitompul, berikut Notaris Rita Sari Dewi Latanna, SH. MKn, Rabu (29/09/2021).


Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut dalam putusannya mengatakan, para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pada pasal 374 KUH Pidana, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat (1) Ke-1 KUHP.


Untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya, masing-masing terdakwa, Mantri Aditeia divonis 1 tahun penjara, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) 1,6 tahun penjara. Terdakwa Laksana Setiawan Sitompul divonis 6 bulan penjara, lebih ringan dari tuntutan JPU selama 1 tahun penjara. Terdakwa Notaris Rita Sari Dewi Latanna divonis 2 tahun 3 bulan penjara, lebih ringan dari tuntutan JPU selama 3 tahun penjara.

 

Menurut majelis hakim, hal-hal yang meringankan terdakwa Mantri Aditeia, karena terdakwa sudah membuat surat perdamaian dan menyerahkan asetnya kepada PT. CSI selaku pihak yang dirugikan. Begitu juga terdakwa Laksana Setiawan Sitompul mendapat hukuman ringan karena sudah membuat surat perdamaian dan menyerahkan assetnya kepada PT. CSI selaku pihak yang dirugikan dalam perkara ini.


Beruta Terkait:

https://www.pospublik.co.id/2021/09/isu-majelis-hakim-dapat-rumah-dan-uang.html


Sementara terdakwa Rita Sari Dewi Latanna, hukuman 2 tahun 3 bulan menurut majelis hakim sudah sangat pantas karena dalam memberi keterangan di persidangan suka berbelit-belit, sehingga menyulitkan jalannya persidangan. Walau demikian ujar majelis hakim, tetap mendapat pengurangan hukuman dari tuntutan JPU 3 tahun penjara menjadi 2 tahun 3 bulan. Putusan (hukuman) tersebut akan dikurangkan selama para terdakwa berada dalam rumah tahanan negara (Rutan).

 

Terhadap putusan ringan tersebut, terdakwa Mantri Aditeia, dan terdakwa Laksana Setiawan Sitompul serta Jaksa Penuntut Umum berikut Penasehat Hukum terdakwa sama-sama menyatakan menerima. Dengan demikian, putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan terdakwa Rita Sari Dewi Latanna, menyatakan pikir-pikir, begitu juga JPU dan kuasa hukum terdakwa turut menyatakan pikir-pikir.

 

Agenda pembacaan putusan yang dijadwalkan Selasa (28/09/2021) itu oleh majelis hakim diundur satu hari menjadi hari Rabu (29/09/2021) karena menurut Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti Tambunan, SH. MH, diantara majelis belum ditemukan kata sepakat atau terjadi Dissenting Opinion. Sebelum sidang ditutup Selasa (28/09/2021), Ketua Majelis Hakim dengan tegas mengatakan sidang dilanjutkan Rabu (29/09/2021) tepat pukul 10.00 Wib.

 

“Kita sepakat putusan dibacakan besok tepat pukul 10.00 Wib, karena hari ini belum ditemukan kata sepakat antara majelis hakim. Walau ada yang terlambat hadir, putusan tetap akan dibacakan tepat pukul 10.00 Wib,” tegas Ketua majelis hakim.


Berita Terkait:

https://www.pospublik.co.id/2021/09/terjadi-lost-potensi-pad-puluhan-miliar.html


Ternyata, Rabu (29/09/2021), JPU dan Penasehat Hukum para terdakwa terlebih dahulu hadir dan disuruh memasuki ruang sidang, namun majelis hakim baru hadir memasuki ruang sidang sekitar pukul 12.00 Wib atau molor sekitar 2 jam. Mungkin hingga hari Rabu (29/09/2021) pukul 10.00 Wib, kata sepakat diantara majelis dalam mengambil putusan belum ditemukan, sehingga jadwal sidang molor.

 

Perkara ini pun menjadi menarik perhatian public ketika majelis membacakan putusan yang menyebut hal-hal yang meringankan karena terdakwa Mantri Aditeia, dan terdakwa Laksana Setiawan telah melakukan perdamaian dan menyerahkan assetnya kepada PT. CSI selaku pihak yang dirugikan.

 

Korban dalam perkara  ini adalah sekitar 389 orang konsumen PT. CSI. Dimana para korban telah menyetor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ke rekening Notaris Rita Sari Dewi Latanna, SH. MKn, namun oleh Notaris perusahaan, Rita Sari Dewi Latanna tidak disetor ke Kas Negara, melainkan dipergunakan para terdakwa untuk kepentingan pribadi, sehingga tidak terlaksana penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) antara PT. Cipta Sedayu Indah (PT. CSI) dengan ratusan pembeli unit Rumah/Ruko.

 

Namun berdasarkan dakwaan JPU, pihak yang dirugikan adalah PT. CSI. Hal itu dapat dibenarkan jika pihak pengembang telah menalangi, atau membayar BPHTB tersebut ke Kas Negara. Namun kenyataannya, hingga putusan dibacakan Rabu (29/09/2021), belum ada pembayaran BPHTB 389 konsumen ke Bapenda, yang menurut JPU dalam dakwaannya senilai kurang lebih Rp.29 Miliar. 

 "Saya Ingatkan, Jangan Sampai ada Pihak yang Menyebar Isu-Isu yang Tidak Bertanggung-Jawab, yang Mengatakan Majelis Dapat Rumah dan Uang Miliaran Rupiah dari PT. CSI,”

Ketika menyangkut BPHTB yang diduga keras digelapkan para terdakwa ini dikonfirmasi pospublik.co.id ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi, Sekretaris Bapenda, Dian Damayanti, S.IP. M.Si didampingi Kepala Bidang Wasdal, Ratim, dan Kasubid Pelayanan, Arwani menerangkan belum ada pembayaran dengan volume ratusan BPHTB sekaligus dari perusahaan.


Putusan ini pun akhirnya mengingatkan pernyataan Ketua Majelis Hakim yang menyebut ada isu majelis hakim dapat rumah berikut uang miliaran rupiah dari PT. CSI. "Saya ingatkan, jangan sampai ada pihak yang menyebar isu-isu yang tidak bertanggung-jawab, yang mengatakan majelis dapat rumah dan uang miliaran rupiah dari PT, CSI,” ujar Syofia Marlianti Tambunan, SH. MH didampingi hakim anggota, Ambo Masse, SH dan Martha Maitimu, SH Selasa (03/08/2021).

 

Menurut Syofia, isu itu sudah dilaporkan kepada Ketua Pengadilan. Namun siapa yang menebar isu itu kata Syofia belum jelas, tapi dihadapan JPU, Penasehat Hukum terdakwa, dan sejumlah pengunjung sidang, Syofia Marlianti Tambunan mengingatkan semua pihak supaya tidak bikin isu yang tidak bertanggung jawab.


Berita Terkait:

https://www.pospublik.co.id/2021/09/majelis-hakim-pertanyakan-bukti-surat.html


Isu yang justru dilempar Ketua Majelis Hakim, Syofia Marlianti diruang sidang terbuka untuk umum ini pun oleh pembaca setia pospublik.co.id menyebut seolah membuka wawasan dalam bermanuver. Dari yang tidak menderita menjadi menderita, yang menderita jadi tidak menderia, sementara yang nyata-nyata korban seolah tidak terwakili oleh pengacara negara maupun putusan perkara. “Istilah Kiri Kanan OK” pun mengemuka.


Tuntutan para korban (Konsumen) pembeli Rumah/Ruko milik PT. Cipta Sedayu Indah untuk penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) karena telah menyetor BPHTB melalui Rekening Notaris Perusahaan di Bank Jabar Banten (BJB) yang digelapkan para terdakwa sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati-Jabar), Pitoyo, SH, Kartono, SH, dan Rika, SH didampingi Ni Made Wardani, SH dari Kejari Kota Bekasi, menjadi kabur dan tidak jelas siapa nantinya yang bertanggung-jawab.

 

Apakah perusahaan yang bertanggung-jawap ? Rasanya tidak mungkin karena didalam putusan disebut pihak perusahaan adalah korban atau pihak yang dirugikan. Atau apa sebenarnya bunyi perdamaian antara para terdakwa dengan perusahaan sehingga menjadi hal yang meringankan bagi terdakwa.

 

Untuk menjawab segala yang menarik perhatian atau yang terkesan sangat janggal dalam putusan perkara ini, barangkali dibutuhkan proaktif dari Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, dan KPK RI sebagai Lembaga Supervisi. (M.A)

 

TerPopuler