Jaks Agung, ST Burhanuddin: Jaksa Nakal Tidak Bisa Dibina akan Dibinasakan

Jaks Agung, ST Burhanuddin: Jaksa Nakal Tidak Bisa Dibina akan Dibinasakan

Senin, 18 November 2019, 4:00:00 AM

Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin

Jakarta POS PUBLIK.CO.ID - Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, SH. MH dengan tegas mengatakan dirinya siap membina jaksa nakal yang menyalahgunakan wewenang. Kalau tidak bisa dibina akan dibinasakan.

"Pak presiden memerintahkan saya, tolong kalau ada Jaksa yang nakal. Kalau ada jaksa yang nakal, kemarin saya bilang, saya akan bina. Kalau tidak bisa dibina, akan saya binasakan. Itu yang saya katakan kepada Presiden," tegas Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan RI, Jakarta Selatan, Jumat 15 November 2019.

Melalui surat edaran, Jaksa Agung juga meminta kepala daerah supaya tidak segan-segan melaporkan jika ada permintaan, intimidasi, dan intervensi dari jaksa di daerah.

"Silahkan dilaporkan melalui hotline Adhyaksa Command Centre, maupun melalui aplikasi Pro Adhyaksa," tegas ST Burhanuddin.
Jaksa Agung RI, Sedang Memberi Keterangan Pers
Menanggapi statemen Jaksa Agung RI tersebut, para penggiat anti Rasua menaroh harapan besar terhadap reformasi birokrasi ditubuh kejaksaan. 

Namun disisi lain menurut Kabid Data dan Informasi LSM P3KN, M. Opusunggu, Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : KEP-152/A/JA/10/2015 tanggal 01 Oktober 2015, yang selanjutnya dikeluarkan Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-001/A/JA/10/2015 tentang Pembentukan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan supaya benar-benar dikaji dan dievaluasi.

Menurut penggiat anti rasua ini, TP4D perlu dievaluasi karena belakangan terkesan menjadi hak imunitas bagi sejumlah/oknum pejabat didaerah. Jaksa Agung Harus peka terhadap yang disebut pendampingan oleh TP4D. Harus benar-benar diperhatikan, karena dicelah sistem ini tidak menutup kemungkinan terjadi segala sesuatu yang dilarang UU atau Hukum.

Tugas dan Fungsi TP4 cukup jelas sebagaimana dijabarkan dalam Keputusan Jaksa Agung yang kemudian diterbitkan Instruksi ujar M. Opusunggu sembari membacakan isi instruksi tersebut yang didwnlod duhapenya, yakni:
  1. Mengawal, mengamankan dan mendukung keberhasilan jalannya pemerintahan dan pembangunan melalui upaya-upaya pencegahan/ preventif dan persuasif baik ditingkat pusat maupun daerah sesuai wilayah hukum penugasan masing-masing.
  2. Memberikan penerangan hukum dilingkungan Instansi pemerintah, BUMN, BUMD dan pihak lain terkait materi tentang perencanaan, pelelangan, pelaksanaan pekerjaan, perijinan, pengadaan barang dan jasa, tertib administrasi dan tertib pengelolaan keuangan Negara.
  3. Dapat memberikan pendampingan hukum dalam setiap tahapan program pembangunan dari awal sampai akhir.
  4. Melakukan koordinasi dengan aparat pengawasan intern pemerintah untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang berpotensi menghambat, menggagalkan dan menimbulkan kerugian bagi keuangan Negara.
  5. Bersama-sama melakukan monitoring dan evaluasi pekerjaan dan program pembangunan.
  6. Melaksanakan penegakkan hukum represif ketika ditemukan bukti permulaan yang cukup setelah dilakukan koordinasi dengan aparat pengawasan intern pemerintah tentang telah terjadinya perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan dan/atau perbuatan lainnya yang berakibat menimbulkan kerugian bagi keuangan Negara.
Namun sadar tidak sadar lanjut Kepala Bidang Data dan Informasi Lembaga Swadaya Masyarakat pemantau pembangunan dan pengelolaan keuangan negara (LSM-P3KN), M. Opusunggu, SH, pendampingan terkesan menjadi hak imun bagi oknum-oknum pejabat.

Dan bagi oknum kejaksaan juga diduga kuat tidak luput dari ajas mamfaat dengan keberadaan TP4D ini lanjut M. Opusunggu seraya menggambarkan biaya operasional yang tidak sedikit tetapi menurut TP4D yang pernah dikonfirmasi tidak ada pada DIPA kejaksaan.

"Lalu dari mana biaya operasional TP4D yang selama ini begitu gencar melakukan pendampingan. Nyaris setiap saat Kasi Intel disejumlah Kejari menurut staf berada diluar untuk pendampingan," ujar Opusunggu.

Selain turun kelapangan ujar M. Opusunggu menambahkan, TP4D juga tidak jarang mengundang para stakeholder rapat di kejaksaan. Dalam rapat lengkap snake-snake, dari mana biayanya. Inikan menjadi sinyalemen kemungkinan terjadi pelanggaran hukum dengan payung hukum TP4D.

Maka jika Jaksa Agung betul-betul komit dengan statemennya lanjut Opusunggu, tugas dan fungsi TP4D harus dikaji ulang dan dievaluasi. Kalau mau jujur, sejumlah TP4D kejaksaan di daerah selalu berdalih temuan atau informasi dugaan korupsi dari penggiat anti rasua akan disampaikan kepada Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) sebagaimana butir 4 Instruksi Jaksa Agung tersebut.

Terutama jika temuan penyimpangan itu terjadi pada proyek yang didampingi TP4D lanjut Opusunggu, kontraktor, pengawas pelaksana teknis jegiatan (PPTK) pejabat pembuat komitmen (PPK), kuasa pengguna anggaran (KPA) semua merasa aman dan nyaman, cukup bilang silahkan ke TP4D. Sementara TP4D ketika diinformasikan, dan resmi dilapor pun, jawabannya, "Sudah Disampaikan ke APIP".

Dengan birokrasi seperti ini, kami sebagai penggiat anti rasua ujar Opusunggu semakin apatis terhadap kinerja Kejaksaan, khususnya kaitan kasus dugaan tindak pidana korupsi. Semoga Jaksa Agung ST Burhanuddin peka terhadap kejadian di daerah. Maka janji melakukan pembinaan betul-betul menyentuh substansi permasalahan. (RED)

TerPopuler