WHO Ultimatum Pemerintah Indonesi Supaya Tidak Menggunakan Jenis Obat Malaria Untuk Covid-19

WHO Ultimatum Pemerintah Indonesi Supaya Tidak Menggunakan Jenis Obat Malaria Untuk Covid-19

Sabtu, 30 Mei 2020, 2:52:00 AM
Ket Gambar: Sebelah Kiri Obat Malaria - Sebelah Kanan Ilustrasi Corona Virus Desiase 2019 (Covid-19)
Jakarta, pospublik.co.id - Organisasi Kesehatan Dunia alias WHO telah mengultimatum pemerintah Indonesia untuk tidak menggunakan dua jenis obat malaria untuk mengobati pasien virus corona covid-19.

Kedua jenis obat tersebut antara lain adalah klorokuin dan hidrosiklorokuin. Dua jenis obat ini batal diuji oleh WHO untuk mengobati pasien covid-19. Obat ini perlu diuji karena terindikasi berisiko menimbulkan gangguan detak jantung pasien, dan bisa menyebabkan kematian.

Erlina Burhan, dokter yang terlibat dalam menyusun pedoman perawatan virus corona dan merupakan anggota Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), mengonfirmasi larangan dari WHO tersebut.

"Kami telah mendiskusikan hal ini dan masih ada perselisihan. Kami belum sampai pada kesimpulan," kata Erlina seperti dikutip Kompas.com dari ABC.

Bisa jadi beracun untuk warga Indonesia ujar 
Stephen Nissen, ahli jantung dan kepala staf akademik di Miller Family Heart, Vascular & Thoracic Institute di Cleveland Clinic, Amerika Serikat, mengaku terkejut mendengar Pemerintah Indonesia pernah merekomendasikan penggunaan obat tersebut.

"Kita tahu produksi obat ini langka, namun dapat menimbulkan efek samping penyakit kardiovaskular yang sangat berbahaya, yaitu gangguan detak jantung yang susah disembuhkan," kata dia sebagaimana dijutip dari Kompas.com.

"Jadi ide untuk memberikan obat ini kepada pasien secara rutin berdasarkan pada bukti [efektivitas] yang tipis sangatlah tidak masuk akal."

Sementara itu, Jane Quinn, peneliti farmakologi di Charles Sturt University di Australia mengatakan obat anti-malaria dapat menimbulkan dampak yang lebih parah melihat dari profil enzim warga Indonesia.

"Melihat bukti yang sudah ada dari [profil enzim] global, populasi Indonesia sebenarnya kurang efisien dalam memecahkan klorokuin dan hidroksiklorokuin ini," kata Jane.

Menurutnya, bagi orang Indonesia, obat ini justru kemungkinan menurunkan efektivitas pengobatan lainnya dan menimbulkan racun.

Reuters, sebagai pembuat artikel ini, sudah menghubungi juru bicara WHO, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan juru bicara Gugus Tugas COVID-19, namun belum menerima respon hingga artikel ini diterbitkan, demikian dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Produksi klorokuin di Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang paling aktif menganjurkan penggunaan obat malaria klorokuin dan hidrosiklorokuin dalam menangani pasien bergejala ringan hingga parah.

Menurut laporan Kementerian Kesehatan, perusahaan di Indonesia memiliki target untuk memproduksi 15,4 juta dosis kedua obat tersebut di bulan April dan Mei.

Wakil BUMN, Budi Gunadi Sadikin awal Mei lalu mengatakan dua BUMN Farmasi, yakni PT Indofarma (Persero) dan PT Kimia Farma (Persero) tengah memproduksi tiga jenis obat penanganan COVID-19 di Indonesia, yang salah satunya adalah klorokuin.

"Kimia Farma saat ini dapat memproduksi sekitar 250-400 ribu tablet per minggu obat klorokuin dan hidroksiklorokuin," kata Budi dalam rapat gabungan antar komisi DPR RI secara daring (05/05).

Sebelumnya, akhir Maret lalu, Presiden Joko Widodo mengumumkan telah memesan tiga juta butir pil klorokuin, yang menurutnya adalah obat 'second line' atau baris nomor dua dalam penyembuhan pasien virus corona.

"Pengalaman beberapa negara, klorokuin digunakan dan banyak pasien COVID sembuh dan membaik kondisinya," kata Presiden dalam kunjungannya ke Wisma Atlet Kemayoran (23/03).

Obat ini juga sempat dipuji oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan sejumlah pemimpin negara lainnya sebagai obat yang efektif untuk COVID-19.

Presiden Trump bahkan mengaku telah menggunakan obat itu untuk mencegah infeksi, meskipun belakangan ia menyatakan telah berhenti meminumnya.

Menurut Dr Erlina sebagai anggota perhimpunan dokter paru, klorokuin dan azithromycin, antibiotik yang digunakan bersamaan dengan obat tersebut, selama ini telah rutin digunakan dalam merawat pasien virus corona.
Namun Dia tidak dapat memastikan apakah kedua obat ini telah meningkatkan angka kematian pasien, karena belum adanya pemeriksaan atas kemungkinan tersebut. (Red)

TerPopuler