Guru Seakan Dihakimi Tanpa Proses Peradilan

Guru Seakan Dihakimi Tanpa Proses Peradilan

Kamis, 13 Februari 2020, 10:21:00 PM
Guru SMAN-12 Kota Bekasi, Foto Bersama Usai Festival Literasi 
Kota Bekasi, pospublik.co.id - “Karena Nilai Setitik, Rusak Susu Sebelanga”. Peribahasa ini seakan membenarkan apa yang sedang terjadi dan viral di berbagai media sosial dan media elektronik yang terkesan mendiskreditkan seorang guru di SMAN 12 Kota Bekasi.
Viralnya video berdurasi singkat di dunia maya yang mempertontonkan seorang guru sedang “memukul” siswa itu menjadi berita mengikuti statement salah seorang guru lain yang terlepas bicara mengomentari perilaku guru tersebut.
Berbagai judul “menyeramkan” dalam pemberitaan yang dikedepankan menghantam sang guru, membuat posisi guru berinisial IM itu semakin terpojok. Derasnya desakan dari berbagai kalangan, baik netizen, media massa, Dewan Pendidikan Kota Bekasi, membuat pihak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat juga turun tangan dan turut mengomentarinya. Terakhir Ombudsman RI juga turut campur tangan.
Memperhatikan maraknya pemberitaan miring tersebut, wartawan kemudian menyambangi SMAN 12 Bekasi, yang berlokasi di Jl. Ngurah Rai, Bekasi Barat. Kehadiran wartawan disambut Irnatiqoh, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, SMAN 12 Bekasi. Irna pun menjelaskan secara detil dan lengkap seputar kejadian yang sebenarnya.
Penuturan Irna, Sebelumnya pihak sekolah melalui bidang Kesiswaan, sudah mengumumkan bahwa Pintu Masuk Belakang ditutup, dan hanya dibuka pintu masuk dari depan. Keesokan harinya, entah mengapa, sekitar 172 siswa tercatat datang terlambat.
Setelah acara tadarusan dan literasi selesai, siswa masuk kelas, kemudian anak-anak yang terlambat dikumpulkan di tengah lapangan. Saat itu, salah satu staf kesiswaan (Imam) yang memberikan pembinaan. Namun karena jumlah siswa yang terlambat sangat banyak, biasanya paling maksimal 10 – 20 anak, tetapi ketika itu cukup banyak. Akhirnya, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan (IM), yang juga merupakan guru mata pelajaran Geografi, datang ke lapangan membantu Imam yang terlihat sibuk karena banyaknya siswa yang harus dibina.
Dalam kesempatan itu, IM memeriksa kelengkapan atribut siswa, dan 5 anak terdapat tidak memakai ikat pinggang. Ke 5 anak itu kemudian diminta berdiri, sedangkan teman-temannya yang lain dalam posisi duduk.
Irna kepada wartawan mengungkapkan, dari ke 5 anak yang berdiri karena tidak memakai ikat pinggang itu, 2 diantaranya memang bermasalah, dan jadwalnya, orang tua mereka diminta datang kesekolah esok harinya perihal kelakuan anaknya.
“Saya memang tidak melihat dan mendengar langsung, tapi IM itu guru yang sangat disiplin. Prinsipnya, kalau guru sedang bicara, murid harus mendengarkan, apalagi anak itu bersalah. Mungkin saat itu, ada anak yang tidak mendengarkan atau bersikap tidak pantas memancing emosinya,” kata Irna kepada wartawan.
Menurut Irna, IM itu sebenarnya sangat “care” atau perhatian sama anak-anak. Setiap ada kegiatan siswa, dia yang paling antusias. Memang dia akan marah bila ada siswa yang nakal atau tidak tertib aturan. Tapi, tidak setiap saat dia marah-marah kalau tidak ada penyebabnya.
“Makanya, seperti yang abang lihat sendiri, banyak sekali siswa yang dekat dengan IM dan tidak ingin IM pindah dari sekolah ini. Mereka bahkan ada yang sampai menangis,” ujar Irna kepada wartawan.
Irna pun cerita latar belakang pendidikan dan sedikit tentang kepribadian IM. Dia (IM) merupakan jebolan UNJ dan S-2 lulusan UI. Selain sebagai guru geografi dan sosiologi, IM juga seorang penulis buku pelajaran sosiologi. Dia guru yang pintar, tertib dan sangat perhatian kepada siswa, dan selama ini sangat dekat dengan anak-anak.
“Kita memang sangat tidak membenarkan adanya tindak kekerasan kepada anak, dan sangat menyesalkan kejadian itu. Kita sudah memberikan penjelasan kepada para orang tua siswa/i, dan semua orang tua sudah memahami kondisi yang sebenarnya. Mereka bahkan mengatakan, Iya enggak apa-apa bu. Kami paham, memang anak kami yang nakal,” tutur Irna sebagaimana dikutip dari IP.
Banyak pihak dan masyarakat memang terlihat “over” dalam menyikapi kejadian pemukulan ini. Dan berlomba menjadi “pahlawan” seakan perhatian terhadap anak-anak (siswa/i) di SMAN 12 Bekasi ini. Hampir semua memojokkan IM, dan menggiring opini seakan IM telah melakukan pelanggaran HAM Anak untuk “membunuh” karakter IM.
Sedangkan di internal SMAN 12 sendiri, lebih banyak siswa yang sayang dengan guru itu dan siap membelanya. Seperti aksi terakhir, dimana ratusan siswa mengekspresikan rasa sayang mereka, menolak IM dipindah dari SMAN 12.
Pemerhati Sosial, Saut MN
Saut MN, pemerhati sosial kepada wartawan mengatakan, sepertinya ada sesuatu yang terselubung di balik semua ini. Dia melihat reaksi publik sangat berlebihan. Media Sosial memang menjadi sarana yang paling efektif dalam menggiring opini menghakimi IM tanpa melalui  proses peradilan.
“IM menjadi tersangka, terdakwa dan terpidana dalam waktu yang begitu dramatis. Publik menghukumnya tanpa proses peradilan,” kata Saut terlihat prihatin.
Lebih lanjut Saut menyebut, akibat penggiringan opini ini, publik jadi lupa bahwa IM adalah seorang GURU, dan bukan sekedar guru, dia sudah mengabdi sekian tahun, dia juga seorang guru yang berprestasi, tertib dan dekat dengan siswa.
“Kekerasan memang tidak dapat dibenarkan. Apalagi dalam hal mendidik anak, namun ketegasan adalah prinsip yang tidak boleh diabaikan seorang guru," pesannya.

Menurut Saut, ketegasan itu menyangkut wibawa seorang guru. Jika ketegasan guru sudah hilang, wibawa guru pun akan hilang. Ketika wibawa guru hilang, legitimasi guru dalam mendidik siswa/i dengan sendirinya akan tergerus. Ketika wibawa seorang guŕu itu sudah tergerus, akan berbahaya sekali dalam dunia pendidikan,” papar Saut.
“Ini ibarat pepatah mengatakan, Susu Sebelanga, Rusak Hanya Karena Nilai Setitik,” ujarnya mengakhiri. (*/Red)

TerPopuler