Nota Pembelaan Terdakwa UU ITE Syahrizal alias Rizal

Nota Pembelaan Terdakwa UU ITE Syahrizal alias Rizal

Sabtu, 14 September 2019, 6:14:00 AM
Sidang Pemeriksaan Terdakwa UU-ITE, Syahrizal alias Rizal

BEKASI KOTA, POSPUBLIK.CO.ID -   Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herdian Malda Kasatria, SH dari Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, terhadap terdakwa Syahrizal alias Rizal (1) tahun penjara, denda Rp.500 juta, subsidaer 3 bulan kurungan, karena diduga melakukan tindak pidana sebagaimana diatur pada pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) UU RI No.19/2016, perobahan atas UU No.11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, tidak murni mencari kebenaran matriil atau kebenaran yang hakiki, akan tetapi merupakan suatu rekayasa untuk menutupi aib besar dengan menggunakan kekuasaan dan uang yang sebenarnya tidak dapat dipertanggung-jawabkan.

Marcus Tullius Cisero, seorang negarawan, orator dan seorang Filsuf mengatakan, “Summum Iussumma Intura”, artinya: Keadilan yang Tertinggi Adalah Ketidak Adilan yang Tertinggi”. Mungkin itulah wajah penegakan hukum di bumi pertiwi yang kita cintai ini. Suatu adigum menohok dunia penegakan hukum dan keadilan di Indonesia, karena hukum dapat direkayasa sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan ketidak adilan bagi pencari keadilan.

Baca juga judul: Perkara ITE "Bola Liar" Dari Dugaan Ijazah Palsu https://www.pospublik.co.id/2019/08/perkara-ite-bola-liar-dari-dugaan.html

Cukuplah tragedy hukum “Sengkon Karta dan Indra Lesmana” yang dihadapkan kedepan peradilan dengan alat-alat bukti yang dipaksakan, dan dimanipulir oleh oknum penegak hukum yang tidak bertanggung-jawab, sehingga majelis hakin yang memeriksa perkara casu quo memberikan putusan yang berlawanan dengan rasa keadilan, menjatuhkan hukuman pidana kepada orang yang tidak bersalah, ini sangat menyakitkan. Filsuf ternama dari Inggris, Francis Bacon berucap, “Tidak Ada Siksaan yang Lebih Berat dari Siksaan Hukum”.

Oleh sebab itu, kiranya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa Syahrizal alias Rizal untuk dapat memberikan pertimbangan hukum demi rasa keadilan dalam putusan. Sehingga, adigum yang dikemukakan Cisero tersebut tidak terbukti bagi penegakan hukum di Indonesia. Mendakwa Syahrizal alias Rizal yang tidak bersalah dengan berbagai dalil dan dasar hukum tidak otomatis membuktikan dia bersalah, karena kebenaran tetaplah kebenaran, tidak pernah berpihak (inparsial) atau tidak pernah berat sebelah. Kebenaran boleh direkayasa, namun kebenaran itu akan menemukan jalannya sendiri.

Tuntutan Imaginatif dan Spekulatif

Penasehat hukum enggan meninjau lebih dalam mengenai materi surat tuntutan pidana karena penuntut umum telah menyusun surat tuntutan secara keliru, tidak serius dan imaginative serta spekulatif.

Baca juga judul: Tolak tuntutan jpu sebelum ketua majelis hakim diganti
// https://www.pospublik.co.id/2019/08/terdakwa-syahrizal-foto-bersama-dengan.html

JPU keliru: Tuntutan JPU tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Tidak satupun saksi-saksi yang diajukan JPU di persidangan yang mampu menerangkan terdakwa adalah pelakunya. Keterangan saksi terpenggal-pengal yang dapat menimbulkan kerancuan fakta dan kebenaran matriil.

JPU tidak serius: JPU hanya mengutip isi BAP dan surat dakwaan tanpa memiliki niat untuk menguraikan hal-hal lain, khususnya uraian penting mengenai unsur delik.

JPU Imaginatif serta spekulatif: Tuntutan tidak didukung bukti-bukti. Apa yang disampaikan JPU nerupakan kesimpulan, penapsiran dan asumsi subyektif belaka tanpa didukung bukti-bukti yang sah menurut hukum.

JPU menggunakan dasar hukum yang sudah tidak berlaku tanpa menyebutkan aturan penggantinya, baik dalam dakwaan maupun tuntutan.

Kekeliruan JPU dalam menyusun surat tuntutan pidana menunjukkan surat dakwaan yang disusun dan dibuat sama bobotnya dengan surat tuntutan pidana. keduanya sama-sama keliru, tidak serius dan tidak didukung dengan bukti-bukti.

Keterangan Dr. Rahmat Effendi yang tidak hadir dipersidangan meskipun sudah dipanggil secara patut untuk diperiksa sebagai korban.

Fakta hukum dan analisa juridis yang dimuat didalam requisitor  pada halaman 12 s/d 22 sama sekali tidak memuat fakta hukum objektif dan/atau tidak memuat analisa juridis dari keseluruhan rangkaian peristiwa sesungguhnya yang terungkap selama dalam persidangan perkara in casu.

Taverne seorang yuridis handal dari belanda menggambarkan penuntut umum seperti burung elang yang apabila telah mencengkram mangsanya, dengan segala upaya tidak akan melepaskan mangsanya. Mungkin hal itulah yang sedang dilakukan JPU terhadap terdakwa Syahrizal alias Rizal. Padahal, penuntut umum mengemban tugas kemasyarakatan dan kenegaraan yang kesemuanya pada hakekatnya merupakan amanat dari dan sekaligus merupakan tanggung-jawabnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Karena dalam proses persidangan tidak satupun unsur-unsur dakwaan yang dapat dibuktikan secara sah dan menyakinkan, tidaklah berdosa seorang JPU menuntut seorang terdakwa tuntutan bebas dari segala dakwaan, sehingga JPU tidak seperti digambarkan Taverne bagaikan burung elang terhadap mangsanya.

Kebenaran dan keaslian ijazah SMA atas nama Rahmat Effendi yang saat ini menjabat Walikota Bekasi, hingga saat/detik ini, masih menyisahkan pertanyaan pelik dibenak public, khususnya kami team penasehat hukum terdakwa. Apakah ijazah itu benar adanya, atau memang palsu atau bodong. Mengapa begitu sulitnya POLRI mengusut dugaan kepalsuan itu.

Baca juga:Melanggar UU-ITE Dituntut 1 Tahun Penjara Denda Rp.500 Juta
https://www.pospublik.co.id/2019/08/uu-ite-dituntut-penjara-1-tahun-denda.html

Pertanyaan public terhadap kepalsuan itu tetap berkepanjangan dan akan menimbulkan banyak korban bilamana penanganan dugaan ijazah palsu itu tidak dilakukan dengan benar. Kepalsuan ini akan tetap berlanjut bilamana begitu gampangnya aparat penegak hukum menjerat seseorang seperti terdakwa kepenjara dengan dalil hukum, sementara hukum terhadap kepalsuan itu tetap dibiarkan.

Apakah sebegitu mudahnya JPU menarik benang merahnya dan langsung mematok Syahrizal alias Rizal adalah pelaku fitnah atau melanggar UU-ITE yang mengakibatkan Rahmat Effendi menjadi korban. Apakah segampang itu JPU menghubungkan terdakwa sebagaimana versi BAP dengan pelanggaran UU-ITE. Apakah begitu gampangnya JPU menuntut terdakwa tanpa mempertimbangkan fakta-fakta dipersidangan perkara in casu, tetapi hanya menyusun tuntutan yang imaginative dan spekulatif dan menutup mata terhadap fakta-fakta persidangan.

Terhadap fakta-fakta yang terungkap dipersidangan tersebut, kami akan tetap memperjuangkan pertanyaan public atas kepalsuan ijazah korban Dr. Rahmat Effendi. Tetap memperjuangkan suara terdakwa meskipun saat ini terdakwa tidak berdaya atas cengkeraman hukum terhadap dirinya. Kami akan membuka pintu bersama public mempertanyakan kembali dan menempuh proses hukum atas dugaan kepalsuan itu hingga terbuktikebenarannya.

Permohonan Terdakwa Dalam Pledoi

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, kami selaku PH terdakwa Syahrizal alias Rizal memohon kepada majelis hakim untuk memutuskan: 1. Menerima dan mengabulkan nota pembelaan/pledoi terdakwa Syahrizal, 2. Menyatakan seluruh dakwaan dan tuntutan JPU batal demi hukum, 3. Menyatakan terdakwa Syahrizal tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan pasal 27 ayat (3) UU RI No.19/2016 perobahan atas UU RI No.11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, Jo Pasal 64 ayat (1) KUHAP.

4. membebaskan terdakwa Syahrizal dari segala dakwaan (Vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging), 5. Mengembalikan harkat dan martabat terdakwa, 6. Memerintahkan JPU dengan tanpa syarat mengeluarkan terdakwa dari tahanan, 7. Membebankan biaya perkara kepada negara.

Demikian Kuasa Hukum Terdakwa Syahrizal alias Rizal dari LBH Patriot, Dr. Manotar Tampubolon, SH. MA. MH, Maniur Sinaga, SH, Cupa Siregar, SH, Antoni Sitanggang SH, dan Panji Senoaji, SH dalam Nota Pembelaan (Pledoi) yang dibacakan 11 September 2019 dihadapan Majelis hakim yang diketuai, Adeng Abdul Kohar, dibantu hakim anggota, Beslin Sihombing dan Togi Pardede, di Pengadilan Negeri Kota Bekasi.


Catatan persidangan

Dalam uraian tuntutan JPU, terdakwa mengaku memposting rangkaian cerita di akun facebook Tuah Abadi melalui uniform resorce locator (URL) https://www.facebook.com/syah.rizal.372019username, untuk login ke facebook tersebut, yaitu dengan menggunakan email syahrizal222@gmail.com.

Pada tanggal 21 Februari 2019 terdakwa mengupload ganbar dan tulisan pada wall/dinding akun fecebook milik terdakwa 'Tuah Abadi'. Postingan berupa gambar dan kalimat dilakukan terdakwa sebanyak 8 kali, hingga dapat diakses netizen dan ditransmisikan.

Postingan tersebut selalu berkaitan dengan dugaan ijazah palsu walikota Bekadi Rahmat Effendi yang telah dilaporkan ke penyidik Polri oleh team terdakwa. Namun karena hingga detik itu penanganannya tdk jelas oleh penyidik, menjadi alasan kekecewaan bagi terdakwa memposting di akun Tuah Abadi miliknya untuh menggugah hati nurani penegak hukum.

Selain kecewa terhadap penanganan perkara yang bukan delik aduan tersebut, alasan penyidik yang mengatakan laporan dugaan ijazah palsu itu sudah di SP3 mendorong hatinya memposting di facebook. Akan tetapi, ketika penyidik dipraperadilkan kaitan SP3 tersebut, oleh hakim pengadilan Bandung menolak, alasan penolakan karena SP3 tersebut menurut hakim belum tingkat penyidikan. Oleh sebab itu, terdakwa mengaku kecewa dan penasaran, apa sesungguhnya yang tercipta dalam penanganan kasus ini.

Terdakwa mengaku memposting persoalan dugaan ijazah palsu itu sama sekali tidak ada niat mencemarkan nama baik Rahmat Efendi yang mengaku korban akibat postingan itu. Dia hanya ingin menyuarakan betapa sulitnya untuk mendapatkan kepastian hukum di negeri tercinta ini. Pasalnya, berbagai upaya telah terdakwa lakukan, melaporkan dugaan ijazah palsu itu ke penyidik Polri, aksi demo di depan Istana, hingga terakhir dia masuk bui setelah memposting di facebook Tuah Abadi miliknya.


Namun kronologis peristiwa ini sama sekali tidak dipertimbangkan oleh JPU dalam tuntutannya. Menurut terdakwa dalam keterangannya dipersidangan, kasus ijazah palsu ini sebelumnya sudah viral, justru membuat dia ingin mengetuk hati nurani aparat penegak hukum ketika membaca dan atau mengetahui dugaan ijazah palsu itu. Melalui postingan itu, terdakwa berharap hati nurani penegak hukum terketuk.

Kekecewaan diri terdakwa pun diakui semakin bertambah ketika tidak hanya penanganan ditingkat penyidikan mengalami kebuntuan. Ternyata menurut dia, Kejaksaan pun tidak memperhatikan secara cermat dan teliti fakta-fakta riil yang terungkap dipersidangan. JPU mengadobsi mentah-mentah prodak hukum dari penyidik yang sejak perkara ini dilaporkan tidak ada keseriusannya mengungkap. "Saya siap jadi martir dalam kasus ini," ujar terdakwa di Sel tahanan Pengadilan Negeri (PN) Bekasi Kota ketika sedang menunggu giliran sidang. (*****)   

TerPopuler