Perkara ITE "Bola Liar" dari Dugaan Ijazah Palsu

Perkara ITE "Bola Liar" dari Dugaan Ijazah Palsu

Rabu, 21 Agustus 2019, 9:12:00 PM
Persidangan Syahrizal Terkait UU ITE
Bekasi Kota pospublik.co.id -  Tim kuasa hukum terdakwa Syahrizal dalam perkara No.306/Pid.Sus/2019/PN.Bks, dari LBH Patriot, DR. Manotar Tampubolon SH, MA, MH, Cupa Siregar SH, Panji Senoaji, SH, Maniur Sinaga SH, Aneng Suryana SH, Sitanggang SH, memilih olt aut (keluar) dari ruang sidang yang dipandu majelis hakim pengadilan negeri Kota Bekasi, Adeng Abdul Kohar, dibantu hakim anggota Beslin Sihombing dan Togi Pardede.

Tim kuasa hukum menilai majelis hakim yang diketuai Adeng Abdul Kohar, SH. MH mempersulit mereka/penasehat hukum (PH) memeriksa kliennya (terdakwa) karena belum mendapat surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), tetapi pemeriksaan perkara dilakukan secara maraton memeriksa terdakwa diluar agenda persidangan.

Syahrizal bersama Pengacara dari LBH Patriot

Dalam persidangan ke-9 kali ini, Rabu (14/08/2019), dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan, terdakwa Syahrizal yang sebelumnya mencabut kuasa dari Syaiful Huda, S.H., C.LA, Suryana Yogaswara, S.H, dan Tuti Elawati, S.H karena tidak mampu menghadirkan saksi meringankan, tetap tidak juga mampu menghadirkan saksi, tetapi kemudian menunjuk kuasa hukumnya dari LBH Patriot.

Menurut majelis hakim dalam sidang terbuka untuk umum itu, kesempatan terdakwa untuk menghadirkan saksi sudah habis karena sudah tiga kali. Maka sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa. Mendengar penjelasan majelis, tim kuasa hukum terdakwa yang baru mendapat surat kuasa dari kliennya meminta kebijaksanaan majelis hakim menunda sidang dan memberi kesempatan satu kali lagi untuk menghadirkan saksi meringankan.

Terhadap permintaan kuasa hukum tersebut, majelis bersikukuh sidang tetap lanjut dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Majelis berpendapat, kesempatan terdakwa sudah diberikan hingga tiga kali, jika diundur lagi, akan menghilangkan wibawah persidangan. Dengan alasan itu, majelis memutuskan pemeriksaan saksi meringankan sudah cukup atau habis, dan sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa.

Terhadap keputusan majelis hakim ini, kuasa hukum terdakwa melalui Cupa Siregar, SH kembali meminta kebijaksanaan majelis. Menurut Cupa Siregar dihadapan majelis hakim, kalau pun pemeriksaan saksi meringankan dianggap sudah habis karena sudah tiga kali, namun untuk pemeriksaan terdakwa supaya diundur satu minggu, atau pekan depannya. Alasan mereka (kuasa hukum-Red) belum memperoleh surat dakwaan dari JPU, sehingga akan kesulitan mengajukan pertanyaan. Setidaknya menurut  PH dari LBH Patriot ini, mereka diberi kesempatan oleh majelis untuk berusaha terlebih dahulu meminta catatan persidangan sebelumnya dari panitra pengganti (PP).

Permintaan kuasa hukum agar agenda pemeriksaan terdakwa diundur satu minggu tetap ditolak majelis hakim. Berulangkali permintaan itu disampaikan Cupa Siregar, SH dihadapan majelis hakim yang diketuai Adeng Abdul Kohar, SH. MH, namun tidak berhasil. Pemeriksaan terdakwa tetap dilanjutkan secara maraton.

Ketika pemeriksaan terdakwa dimulai, Cupa Siregar tiba-tiba unjuk tangan pertanda protes sambil mengatakan "Kalau pemeriksaan terdakwa terus dilanjutkan, kami keluar" tegasnya seraya beranjak meninggalkan ruang sidang.

Tim kuasa hukum dari LBH Patriot ini mengaku kecewa karena sidang dibuat maraton ketika mereka mendapat kesempatan mendampingi kliennya. "Kami tidak paham apa alasan majelis sehingga memaksakan hari itu juga dilanjutkan pemeriksaan terdakwa. Alasan masa penahanan, tidak masuk akal karena masih cukup waktu. Ada apa dengan majelis hakim, kami tidak tahu," tandasnya.

Atas keputusan majelis hakim menolak permintaan kuasa hukum mengundur  pemeriksaan terdakwa, Tim kuasa hukum diwakili DR. Manotar Tampubolon, SH. MA. MH langsung menghadap ke Ketua Pengadilan Negeri Bekasi meminta majelis hakim yang menyidangkan perkara ini diganti. Menyikapi permintaan itu menurut Manotar, Ketua PN menyarankan agar dimohon tertulis.

Tak mau kalah cepat, esok harinya, Kamis (15/08), surat permohonan pun diajukan ke Ketua PN. Selain minta pergantian majelis, Ketua majelis hakim Adeng Abdul Kohar menurut Manotar juga dilaporkan ke Komisi Yudisial.

Manotar menegaskan, ketua majelis Adeng Abdul Kohar sangat diragukan integritasnya, jadi perlu diganti. "Dia (Adeng Abdul Kohar-Red) terlapor di KY, dan perkaranya sudah daftar tunggu pemeriksaan, jelas diragukan integritasnya," tegas Manotar.

Kronologi dugaan pencemaran nama baik terhadap Rahmat Effendi yang diketahui adalah Walikota Bekasi, sebagaimana diatur dan diancam dalam UU ITE pasal 27 ayat (3) oleh terdakwa Syahrizal adalah atas laporan Mardani ke Polrestro Bekasi Kota. Menurut Mardani, dirinya melapor kePolrestro  berdasarkan surat kuasa dari Rahmat Effendi. Namun, ketika agenda pemeriksaan saksi yang mengaku korban (Dr. Rahmat Efendi), tiga kali jaksa penuntut umum memanggil tidak berkenan hadir.

Menurut JPU Malda, SH dari Kejari Kota Bekasi, alasan Rahmat Effendi yang akrab disapa Pepen ini tidak bisa hadir karena selalu sibuk. Keterangannya di berita acara penyidikan (BAP) Polrestro Bekasi Kota sesuai Laporan Polisi, No.LP/1.794/K/VIII/2018/SPKJ/Restro Bekasi Kota, tanggal (23/08/2018) akhirnya dibacakan. Namun terhadap sikap JPU agar BAP dibacakan ditolak terdakwa.

Hingga sidang ke-10, saksi yang diperiksa dalam perkara ini hanya 2 orang, yakni: Ahli tata bahasa dan saksi Mardani yang mengaku mendapat kuasa dari Rahmat Effendi.

Dr. Manotar Tampubolon yang baru mendapat kuasa pada sidang ke-9 dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan menyebut, jika majelis hakim bersih dan jujur ingin menggali kebenaran yang hakiki, saksi yang mengaku korban harus dihadirkan dimuka sidang dan dimintai keterangannya, bila perlu dipanggil paksa. Keterangan korban di BAP hanya sebagai bahan/acuan JPU menyusun dakwaan, tidak memiliki kekuatan hukum.

"Makanya dalam putusan perkara, majelis dalam pertimbangannya selalu mengatakan, "Berdasarkan pemeriksaan dipersidangan" bukan berdasarkan BAP. Jadi yang dinilai hakim adalah keterangan yang terungkap dipersidangan," tegas Manotar.

Manotar menambahkan, setelah mengetahui bahwa Ketua majelis hakim yang menangani perkara ini adalah Adeng Abdul Kohar SH. MH, dia sudah tidak yakin terhadap integritasnya. Alasan Manotar, karena baru-baru ini diperkara kliennya yang lain, Adeng Abdul Kohar bermasalah. Memutus perkara tetapi tanpa pertimbangan hukum. Kemudian menjanjikan putusan kepada kliennya untuk mendapatkan sesuatu (Rp), walau janji itu tidak dipenuhi tetapi itu adalah pelanggaran etik hakim. Dengan alasan itu, Adeng Abdul Khohar SH di lapor ke Komisi Yudisial RI, dan sidang etiknya sudah daftar tunggu.

Dalam keterangannya menjawab pertanyaan JPU, terdakwa Syahrizal dengan tegas mengatakan ijazah SMA Rahmat Effendi Palsu. Perubahan nama dari Rahmad Effendi menjadi Rahmat Efendi menurut terdakwa diajukan melalui penetapan pengadilan negeri Kota Bekasi. Terdakwa juga menyebut ijazah itu sdh dilab, dan diketahui palsu.

Setelah membacakan salah satu bukti surat dari Direktur SMA  di Jakarta Utara yang menerangkan nama Rahmat Efendi pernah belajar di sekolah tersebut, JPU bertanya, apakah terdakwa pernah melihat surat itu sembari membawa kehadapan majelis hakim, oleh terdakwa dijawab tidak.

Bukti lain berupa prinout postingan di akun facebook tuah abadi milik terdakwa yang bertuliskan ijazah Rahmat Efendi palsu juga diperlihatkan JPU dihadapan majelis. Ketika ditanya alasan terdakwa memposting di facebook, terdakwa mengaku karena kecewa terhadap proses hukum oleh penyidik yang tidak ada kejelasannya. Padahal menurut dia (terdakwa), masalah dugaan ijazah palsu ini sudah dilaporkan ke penyidik kePolisian. Belakangan muncul kata-kata sudah di SP3. Curiga terhadap terbitnya SP3 tersebut, terdakwa dan temannya bernama Taswin  sudah praperadilkan di Bandung, tetapi karena belum masuk penyidikan, baru tingkat penyelidikan, permohonan mereka pun ditolak.

Karena pertanyaan yang disampaikan JPU kepada terdakwa lebih mengarah  menyangkut ijazah Rahmat Efendi,  Ketua majelis hakim mengingatkan JPU Malda SH agar jangan sampai kebawa arus. Menurut majelis, pertanyaan supaya terarah menyangkut materi dakwaan bukan menyangkut ijazah palsu.

Terdakwa Syahrizal mengakui dalam persidangan, bahwa akun facebook atas nama Tuah Abadi adalah miliknya. Dan  tulisan yang diposting diakun facebook itu adalalah kegiatan saat mereka demo di depan Istana dan di depan Kantor Kemendagri di Jakarta.

"Kalimat yang di akun facebook saya adalah yang tertulis di spanduk saat kami demo. Kami demo supaya penyelenggara negara atau  penegak hukum dinegeri ini tidak diskriminatif, agar semua masyarakat diberlakukan sama dihadapan hukum, termasuk Walikota Bekasi yang diduga memiliki ijazah palsu sesuai laporan F.Taswin di Polrestro Bekasi Kota," ujarnya dipersidangan.

Terdakwa juga menyebutkan bahwa SP3 yang dikeluarkan oleh Polretro Bekasi Kota adalah Surat Penghentian Penyelidikan bukan Surat Penghentian Penyidikan, sehingga ketika dibawa ke Bandung untuk dipraperadilkan, oleh hakim menolak. (Mars)

TerPopuler