Ketua Dewan Pembina DPD II PG Kota Bekasi Akui Gedung Masih Bermasalah

Ketua Dewan Pembina DPD II PG Kota Bekasi Akui Gedung Masih Bermasalah

Kamis, 26 Agustus 2021, 9:03:00 PM

Ketua Dewan Pembina DPD II PG Kota Bekasi, H. Abdul Manan, Hadir Sebagai Saksi Di PN Bekasi

Bekasi, pospublik.co.id - Sidang lanjutan agenda pemeriksaan saksi perkara Nomor:47/Pdt.G/2021/PN. Bks, Kamis (26/08), antara penggugat, DPD II PG Kota dan Kabupaten Bekasi, melawan tergugat, Drs. Andy Iswanto Salim di PN Bekasi Kota, sempat sedikit gaduh karena pertanyaan prinsipal tergugat oleh Kuasa Hukum penggugat, DR. Naupal Alrasit protes karena menganggap pertanyaan mengarahkan saksi.


Dalam kesaksiannya, Abdul Manan selaku Ketua Dewan Pembina/Penasehat DPD II PG Kota Bekasi mengakui menerima tugas dari Walikota Bekasi, Rahmat Effendi untuk menemui dirinya untuk bernegosiasi penyelesaian sengketa Lahan dan Kantor DPD II PG Kota Bekasi itu. 

Abdul Manan juga mengakui mendapat Tugas dari Ketua DPD II PG Kota Bekasi untuk memimpin team Asset bersama beberapa anggota lainnya untuk menemui tergugat Drs. Andy Iswanto Salim menawarkan jalan damai diluar putusan Van Dading No.41/Pdt.G/2015/PN. Bks dengan menawarkan Rp.15 milyar kepada tergugat. 

Oleh kuasa hukum tergugat Nembang bertanya, apakah sampai saat ini gedung itu masih bermasalah. Abdul Manan menjawab iya, masih bermasalah.

Namun karena sebelumnya menurut prinsipal tergugat, saksi banyak tidak jujur atau banyak bohongnya, maka pihak tergugat berusaha keras mengejar pertanyaan sambil menunjukan bukti surat yang ada  tandatangan saksi Abdul Manan. Abdul Manan Akhirnya tidak bisa mengelak. 

Penasehat Hukum penggugat pun protes terhadap prisipal tergugat ikut bicara, dan pertanyaannya dianggap mengarahkan saksi, dan oleh prinsipal tergugat menjawab bahwa dirinya sebagai prinsipal malah lebih berhak untuk bicara, kemudian mengingatkan saksi sudah  disumpah jadi jangan berbohong, membuat sidang sedikit tegang, dan Hakim terpaksa beberapa kali ketok2 meja.

Menurut prinsipal tergugat, keterangan saksi seolah sudah terkonsep, dan disiapkan, sehingga saksi bisa menjawab seperti hapalan. Tetapi ketika tergugat bertanya, dia sering bilang lupa, tidak tau. 

Menjawab pertanyaan tergugat yang seharusnya dia tau ujar tergugat, jawabannya tidak tau, lupa atau malah berdiri & mendekati PH penggugat untuk konsultasi dulu. "Saksi ini Tidak Jujur, diduga sudah diseting dari luar sebelum sidang," ujar Andi Salim.

Ketika prinsipal tergugat bertanya, apakah saksi selaku Ketua Pembina DPD II PG Kota Bekasi mengetahui tim asset yang dibentuk DPD II PG Kota Bekasi mengundang tergugat pertemuan pada Feb 2020 di Horison? Abdul Manan menjawab tidak tau. Padahal menurut Andi Iswanto Salim selaku tergugat, Abdul Manan ada dalam tim asset itu sebagai Penasehat Tim. 

"Saya ingatkan dia bahwa dia sudah disumpah, jangan berbohong," ujar Drs. Andi Iswanto Salim usai sidang seraya menyebut saksi akhirnya tidak bisa ngelak. 


Seperti diketahui, Perkara gugatan Nomor:47/Pdt.G/2021/PN. Bks, oleh penggugat DPD II PG Kota dan Kabupaten Bekasi melawan tergugat, Drs. Andi Iswanto Salim ini merupakan yang ke-V kalinya diajukan DPD II PG Kota dan Kabupaten Bekasi untuk merobah putusan perkara No.41/Pdt.G/2015/PN.Bks, Jo Nomor: 558/Pdt/Plw/2015/PN. Bks, Jo. Nomor:59/PDT/2017/PT.BDG, Jo. Nomor:105/Pdt.G/2019/PN. Bks  yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde).



Namun 3 perkara sebelumnya, yakni: perkara Nomor: 558/Pdt/Plw/2015/PN. Bks, perkara Nomor:59/PDT/2017/PT.BDG, perkara Nomor:105/Pdt.G/2019/PN. Bks yang objek dan subjek perkaranya adalah putusan perkara No.41/Pdt.G/2015/PN.Bks yang sudah berkekuatan hukum tetap, semuanya diputus NO oleh majelis Hakim PN Bekasi Kota. Pertimbangan majelis hakim dalam ketiga perkara sebelumnya karena objek dan subjek gugatan adalah sama-sama perkara No.41/Pdt.G/2015/PN.Bks yang sudah (Inkracht Van Gewijsde).



Kendati demikian, penggugat, DPD II PG Kota/Kab. Bekasi belum merasa puas dan kembali mengajukan gugatan di PN Bekasi yang inti gugatannya agar majelis hakim menyatakan kesepakatan damai para pihak sebagaimana tertuang dalam pasal 2 huruf (e) akta Van Dading Nomor:No.41/Pdt.G/2015/PN.Bks tentang denda keterlambatan sebesar satu persen (1%) per hari adalah bertentangan dengan hukum dan asas kepatutan, sehingga batal demi hukum.



Penggugat meminta pembayaran terhadap tergugat sebesar Rp.5.665.800.000,- dengan perhitungan, Rp.4.260.000.000,- pengembalian uang yang diterima penggugat dari tergugat tahun 2004, plus (+) denda keterlambatan Rp.1.405.800.000,-.



Dana tersebut telah disetorkan penggugat ke Kas Kepaniteraan PN Bekasi berdasarkan dua (2) penetapan, yakni: penetapan Ketua PN Bekasi semasa Erwin Djong, dan penetapan Hakim Tunggal Ranto Indra Karta Pasaribu Nomor:2/Pdt.P.CONS/2020/PN. Bks.


Namun karena permohonan dan dana consinyasi tersebut tidak sesuai bunyi putusan perkara No.41/Pdt.G/2015 /PN. Bks, termohon Drs. Andi Iswanto Salim menolak. Terhadap sikap termohon tersebut, pemohon kembali mengajukan gugatan ke PN Bekasi dengan register perkara Nomor:47/Pdt.G/2021/PN. Bks.



Menurut tergugat Drs. Andi Iswanto Salim melalui kuasa hukumnya, Mangalaban Silaban, SH. MH, Nembang Saragi, SH dari Kantor Hukum Mangalaban & Rekan, gugatan penggugat adalah bentuk pengingkaran terhadap putusan perkara Nomor:41/Pdt.G/2020/PN. Bks yang telah berkekuatan hukum tetap, maka sudah sepatutnya majelis hakim menolak.


Sebelumnya, Kuasa hukum tergugat Andi Iswanto Salim telah mengajukan hak ingkar kepada Ketua PN Bekasi Kota, Erwin Djong agar mengganti Ketua Majelis Hakim, Ranto Indra Karta Pasaribu, SH. MH untuk menangani perkara Nomor:47/Pdt.G/2021/PN. Bks ini karena Ranto Indra Karta dikhawatirkan tidak objektif.


Pasalnya ujar tergugat, Hakim Ranto Indra Karta Pasaribu diduga telah  menyeludupkan Hukum dan Malprosedur karena berani mengamputasi putusan perkara No.41/Pdt.G/2015/PN.Bks yang telah berkekuatan hukum tetap dengan menerbitkan penetapan Nomor:2/Pdt.P.CONS/2020/PN. Bks yang isinya mengabulkan permohonan termohon menitipkan dana consinyasi ke Kas Kepaniteraan PN Bekasi. 


Mengaku kecewa atas terbitnya penetapan yang tidak masuk akal oleh Ketua PN dan Hakim Tunggal Ranto Indra Karta yang memeriksa dan mengadili permohonan penawaran dan penitipan dana consinyasi, tergugat Drs. Andi Iswanto Salim melalui kuasa hukumnya terpaksa melaporkan dugaan penyeludupan dan malprosedur hukum yang dilakukan oknum-oknum hakim PN Bekasi ini ke Mahkamah Agung RI.


Tergugat yang mengaku korban kezoliman oleh penggugat berharap, dengan melapor ke MARI,  perkara ini tidak lagi berlarut-larut, dan mendapat pengawasan ekstra dari Mahkamah Agung.


Untuk diketahui, putusan perkara Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks ini berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde) berawal ketika penggugat, DPD II PG Kota dan Kab. Bekasi membatalkan  PPJB Nomor:26 tahun 2004 yang dibuat dihadapan Notaris Rosita Siagian atas sebidang tanah dan bangunan yang dikenal sebagai tanah dan bangunan milik DPD II PG Kota dan Kab. Bekasi di Jln. A. Yani No.18 Kel. Margajaya, Kec. Bekasi Selatan, Kota Bekasi.


Karena gugatan itu berakhir damai tahun 2015, maka bunyi perdamaian itu dituangkan kedalam Akta Van Dading Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks, dengan kesepakatan: Pihak pertama mengembalikan uang pihak kedua (Drs. Andi Iswanto Salim) sebesar 4 x lipat jumlah uang yang telah diterima pihak pertama dari pihak kedua tahun 2004, yakni: 4 x Rp.1.065.000.000,- = Rp.4.260.000.000,- dan kepada pihak ketiga sebesar 3 x lipat jumlah uang yang telah diterima pihak pertama dari pihak ketiga tahun 2004, yakni: 3 x Rp.1.370.000.000,- = Rp.4.110.000.000,-.


Akta Van Dading juga berbunyi, bila mana pihak pertama (DPD II PG Kota dan Kab. Bekasi) lalai atau pun tidak melunasi kewajibannya membayar sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 point (a) dan poin (b) putusan tersebut, maka pihak pertama berkewajiban membayar denda atas keterlambatan kepada pihak kedua dan pihak ketiga sebesar satu persen (1%) per hari dari jumlah keseluruhan kewajiban pembayaran terhitung lewat waktu atau jatuh temponya pembayaran tanggal 30 Juni 2015  sampai kewajiban pihak pertama dibayar lunas.


Konon, terhadap kesepakatan damai yang dituangkan kedalam Akta Van Dading Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks tersebut, pihak pertama (DPD II PG Kota dan Kabupaten Bekasi) tidak dilaksanakan tepat waktu hingga jatu tempo tanggal 30 Juni 2015. (MA)

TerPopuler