PUKAT-UGM: Program Kartu Prakerja Rawan Tipikor

PUKAT-UGM: Program Kartu Prakerja Rawan Tipikor

Kamis, 18 Juni 2020, 11:44:00 PM
PUKAT-UGM (Foto-Ist)
Jakarta, pospublik.co.id - Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) kepada wartawan mengaku sejak awal telah mengingatkan ke pemerintah bahwa program kartu prakerja rawan tindak pidana korupsi (Tipikor). Utamanya, ihwal penentuan platform digital yang menjadi mitra kartu prakerja.

"Sejak awal PUKAT sudah mengingatkan berkali-kali kepada pemerintah bahwa program kartu prakerja ini sangat rawan korupsi, khususnya, dalam penetapan platform digital. Delapan platform tersebut tidak menggunakan mekanisme pengadaan barang dan jasa," kata Peneliti PUKAT UGM, Zaenur Rohman saat dikonfirmasi wartawanJumat (19/6/2020).

Menurut Zaenur, penetapan delapan platform digital yang menjadi mitra kartu prakerja tanpa melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa berpotensi melanggar hukum. Sebab, ada pengeluaran uang yang besar untuk platform digital tersebut yang kemudian ditentukan tidak lewat proses semestinya.

"Ya karena menurut saya dengan mekanisme apa pemilihan delapan platform digital ini, uang yang sangat besar, tapi platform digitalnya itu dipilih dengan tidak menggunakan mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sehingga menurut saya ini sudah merupakan satu tindak pidana korupsi ya," imbuhnya.

Tak hanya itu, Zaenur juga menyoroti adanya potensi sarat kepentingan dalam pelatihan-pelatihan yang berada di platform digital mitra kartu prakerja. Seharusnya, ditegaskan Zaenur, pemilihan platform digital untuk mitra kartu prakerja dilakukan lewat mekanisme pengadaan barang dan jasa agar jelas prosesnya.

"Selanjutnya yang jelas-jelas merupakan tipikor, menurut saya, yang diberikan pelatihan kepada para peserta itu bukanlah satu materi yang memang hanya tersedia melalui platform digital. Itu adalah materi yang bebas, banyak tersedia di internet," beber Zaenur.
Platform Digital Kartu Prakerja
"Jadi menurut saya ini sebuah bentuk inefisiensi yang menjurus pada tipikor, karena sejak awal tidak menggunakan mekanisme pengadaan barang dan jasa untuk pemilihan platform digital," imbuhnya.Zaenur meminta kepada pemerintah agar mengikuti hasil kajian dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal program kartu prakerja. Untuk itu kata Zaenur, pemerintah dapat menghentikan sementara program itu sampai mendapat legalitas hukum yang kuat lewat mekanisme pengadaan barang dan jasa.

"Kajian KPK menjadi pengingat kepada pemerintah. PUKAT meminta kepada pemerintah untuk menghentikan sementara program kartu prakerja ini. Karena legalitas program kerja dengan prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa di dalam pemilihan platform digital dan mitranya tidak kuat," pungkasnya.

Sebelumnya, KPK menyebut penetapan delapan platform digital yang menjadi mitra kartu prakerja tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa. KPK menduga penunjukan lima dari delapan platform digital itu sarat akan konflik kepentingan.

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat memaparkan hasil kajian program Kartu Prakerja awalnya disusun dalam kondisi normal sesuai Perpres No. 36 Tahun 2020. Namun, dalam situasi pandemi Covid-19, program ini menjadi semi-bantuan sosial. Anggaran yang dialokasikan sebesar Rp.20 triliun dengan target peserta 5,6 juta orang. Komposisi nilai total insentif pasca-pelatihan yaitu sebesar Rp.2.400.000/orang dan insentif survei kebekerjaan sebesar Rp150.000/orang, lebih besar dari nilai bantuan pelatihannya itu sendiri, yaitu sebesar Rp.1.000.000/orang.

Dari hasil kajian, KPK menilai penetapan platform digital sebagai mitra kerja yang dilakukan oleh Komite Cipta Kerja pada 9 Maret 2020 sebelum manajemen Pelaksana dibentuk tidak sesuai dengan Pasal 35 dan Pasal 47 dalam Permenko Nomor:3 Tahun 2020 yang menyatakan kerja sama dengan Platform Digital dilaksanakan oleh Manajemen Pelaksana.


"Kerja sama dengan 8 (delapan) platform digital tidak melalui mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ). Terdapat konflik kepentingan pada 5 (lima) dari 8 (delapan) Platform Digital dengan Lembaga Penyedia Pelatihan. Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik Lembaga Penyedia Pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," kata Alexander Marwata. (Vin/MA)

TerPopuler